Senin, 14 Juni 2010

Law Of Attraction Is Real

Pendahuluan
“Tuhan memang belum ngasih semua yang kita mau, tapi Dia udah ngasih semua yang kita butuhkan”
Puja-puji pertama-tama mari kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Pada kesempatan yang berbahagia ini, gw mau cerita tentang betapa pemurahnya Tuhan. “Can I Say” , blog yang sangat gw cintai ini, selain menjadi lab gaya bahasa, lab eksplorasi paradigma, juga lab sistematika penyajian pesan kembali hadir dengan tulisan terbaru. Format formal di posting ini adalah salah satu inovasinya. Sebenarnya kata2 tentang blog diatas ga penting. Ya, kalian tahu itu.haha. tapi kan ini bagian pendahuluan, daripada bingung ngisi apa yaudah gw ceritain.hehe. well, langsung saja kita beranjak ke bab selanjutnya. Let’s go!

Tinjauan Pustaka
Waktu SMA, suatu hari, gw pernah beli nasi goreng. Nasinya dibungkus, ga dimakan disitu, udah gw pesen. Terus gw kan haus, lalu gw berdoa, “Ya Allah, hamba haus,” pinta gw dalem hati. Sementara nasi goreng dibikin, si ibu tukang nasi malah nawarin air minum, dia kira gw makan ditempat, makanya disuguhin. Karena gw haus ya gw minum aja, nasi gorengnya tetep dibungkus. Subhanallah, alhamdulillah.
Sebenarnya banyak momen-momen indah yang meyakinkan gw kalo Allah itu Maha Pengatur, Maha Sutradara, tapi banyak yang lupa. Ni gw ceritain lagi yang gw inget. Salah satu hobi gw adalah motret, foto-foto. Waktu acara Himaiko yang maen ke kota tua, gw rada worry nih, masa hunting foto pake kamera 2 MP. Tapi sekali lagi Allah ngasih semua yang gw butuh. Isti bawa kamera, dan dia mengamanahkan gw buat moto. Alhasil, beberapa momen bisa gw abadikan lewat kamera Isti. Thanks to Isti, thanks to God.
Satu lagi, cerita yang meyankinkan gw bahwa law of attraction itu nyata. Suatu malam, gw pengen makan baso, gara-gara liat Jibril makan baso yang dalemnya telur rebus. Lalu gw bersilaturahmi ke warung baso. Eh ternyata udah tutup. Gw balik lagi. Di pertigaan kosan, gw bimbang, mending balik tanpa makan, ato makan soto Cak Sono, ato beli baso gerobak yang belum tentu seenak bayangan gw. Akhirnya gw putuskan beli baso itu. Setelah nyampe kosan, baso gw tuang ke mangkok, basonya gw belah, eh ternyata itu baso telur yang tadi mau gw beli. Subhanallah, alhamdulillah. Harganya sama lagi kayak yang biasa, beda tempat beli doang, rasa ga jauh beda lah. Nah, tinpusnya sampe sini dulu yah.

Pembahasan
Sebenarnya, ada temen2 gw yang underestimate sama kemampuan kognitif gw, gara2 gw belajar di departemen yang ranah keilmuannya di sektor mikro. Jadi ya, mereka semacam sombong gitu sama departemen mereka. Sementara itu, gw terinspirasi tayangan Kick Andy yang memberi penghargaan ke pahlawan2 yang mengabdi buat masyarakat. Salah satu faktanya adalah, para pahlawan yang ga mengharap pamrih itu tingkat pendidikannya rata2 ga terlalu tinggi. Lalu mana nih org2 yang sekolahnya lama? Nah, akhirnya gw dapet makna dari fenomena itu. Yang penting tu sebenarnya seberapa besar ilmu yang udah kita dapet di bangku kuliah, yang diimplementasikan di kehidupan nyata, buat peningkatan kualitas hidup masyarakat, khususnya yang masih tertinggal. Kalo kata buku Titik Ba, istilahnya “bukan siapa yang menjabat titel insinyur atau dokter, tapi siapa yang memberi kontribusi maksimal buat masyarakat”. Akhirnya sadarlah gw, kalo primordialisme departemen itu non sense.
Setelah revolusi paradigma yang gw alami, sempat terlintas cita2, nanti suatu hari gw mau tinggal di sebuah masyarakat yang akrab sama lingkungan alam, trus gw memajukan kualitas masyarakat disana, mirip2 Maleo di film Denias. Tapi di sisi lain, ada perasaan ga mau ngelepas gaya hidup yang praktis kayak kita alami sekarang. Tuhan ternyata menyediakan semua yang gw butuhkan agar cita2 mengabdikan ilmu itu gw capai. Insya Allah, tanggal 25 Juni nanti gw mulai berangkat ke Kalimantan Selatan, daerah Senakin.
Rencananya, gw mau KKP (Kuliah Kerja Profesi) di sebuah desa yang baru dialihkan dari lokasinya semula, gara2 ada aktivitas tambang PT Arutmin. Gw sama temen2 sekelompok jadi wakilnya PT Arutmin buat jalanin program CSR (Corporate Social Responsibility) disana. Dengan berangkatnya gw kesana, gw berarti bakal jauh dari Bogor, minim sinyal, dan disana kayaknya ga ada warnet jadi target posting tiap bulan di blog ini mungkin gagal. Selama 2 bulan rencananya gw jalanin program pengembangan masyarakat disana, jadi baru pulang Insya Allah akhir bulan Agustus.
Dengan adanya program ini, semoga gw bener2 bisa meraih banyak manfaat disana. Kata Antonio Gaudi, hidup itu kayak mozaik, makanya kita harus cari kepingan mozaik itu dimanapun di seluruh dunia. Semoga perjalanan nanti bisa menambah khazanah warna mozaik diri gw. Amin.

Kesimpulan
Kebutuhan adalah sesuatu yang pemenuhannya lebih penting dibanding keinginan. Sadar atau tidak, Tuhan memang sudah membekali kita sama semua hal yang kita butuhkan. Makhluk hidup paling sederhana pun dibekali sesuatu yang mereka butuhkan, biar mereka (termasuk kita) bisa mencari apa yang kita inginkan. Pemenuhan kebutuhan itu salah satunya Tuhan berikan melalui sebuah mekanisme yang menurut Rhonda Byrne disebut law of attraction, atau hukum keterikatan. Hukum itu kurang lebih isinya bahwa saat kita menyatakan keinginan terhadap sesuatu, maka alam semesta akan meresponnya, dan bersinergi untuk menwujudkan hal itu. Padahal ya, Allah pernah berfirman dalam sebuah hadist qudsi yang isinya adalah bahwa Dia bergantung pada prasangka umatnya. Makanya, kita harus hati-hati sama pola pikir/prasangka kita. Kalo kita sedih, dan kita memutuskan untuk bersedih, ya dunia bakal keliatan bersedih. Kalo kita sedih, tapi menunjukkan ekspresi ceria, ya orang2 nanggapinnya ceria juga kan, akhirnya sedihnya ilang. Salah satu lagu The Ataris (yang masuk jadi OST Spiderman 2) di liriknya bilang gini: “be careful what you wish for”.

kids learn to p, adults learn to f

tadi malam gw liat anak-anak maen pukul-pukulan pake botol air mineral kosong. Meski keliatan pura-pura, aksi mereka ganggu pejalan kaki, apalagi mereka sampe ke tengah jalan. Gw jadi terinspirasi mencetuskan sebuah jargon. Kids learn to punch, adults learn to fuck. Yeah, itulah yang sempet gue pikir,pernyataan yang lahir akibat asosiasi fenomena anarkis anak muda sama skandal pornografi golongan tua, pathetic.

Gw nyampe kosan ceritanya, terus Kak Iif cerita katanya ada tawuran anak SMP di pangkot. Lha berarti yang gw liat tadi itu beneran. Tapi kok pake botol plastik? Ternyata yang Kak Iif liat, tadinya ada tawuran sampe maen lempar-lemparan kayu. Parah ni bocah-bocah. Suatu hari gw nebeng motor Oka. Di depan BNI, anak-anak SMA tanpa sebab pasti mukulin anak SMA lain yang ada di angkot, sampe nekat nyebrang, padahal traffic lagi rame. Gila men. Oka bahkan sempet bilang alay ke anak itu pas papasan di tengah jalan. Ada apa sama generasi muda kita?
Thomas Lickona bilang kalo bangsa yang bakal ancur tu punya 10 ciri-ciri. Here they are:
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan
4. Meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti narkoba, sex bebas, dan alkohol
5. Kaburnya pedoman moral baik dan buruk
6. Penurunan etos kerja
7. Rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru
8. Rendahnya rasa tanggung jawab baik sebagai individu maupun warga negara
9. Ketidakjujuran yang telah membudaya
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama

Coba tengok, ciri mana yang udah keliatan? Gawat yah. Oleh karena itu, marilah kita cegah mimpi buruk diatas biar ga jadi nyata. Mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang, mulai dari hal yang kecil.

finding nadia-melody of dancing bullets part ii

Kamis, 03 Juni 2010

Dakota

Tertanggal 28 Mei 2010 hari Jumat, saya bersama kawan-kawan sekelas bertolak menuju Jakarta. Tujuannya untuk mengisi waktu libur. Acara itu sebenarnya terselenggara atas nama Himaiko, tapi yang hadir ternyata hanya teman-teman IKK 44, ya sudah tidak apa-apa, mari berangkat.

Untuk selanjutnya, kita bercerita bersama foto. Let’s go!


Menuju kereta


perspektif burung


Menjual ilmu




Ini adalah anak pertama yang kami temui selama perjalanan. Hari itu perjalanan kami di kereta diwarnai tingkah unik para manusia sensori motor.


Setelah turun dari kereta, si anak diserbu para calon ibu.


titik hilang


rel cahaya


Untuk menuju monas, kami memilih berjalan kaki dari stasiun. Fenomena unik pertama diperlihatkan foto bertajuk “hold my hand” diatas. Ayo tebak, siapa mereka?


Anak pinggiran


Gerobak vitamin


Taman kontemplasi


Reparasi


Si roda tiga


Gerbang monumen


Miniatur


Dalam lorong


Si monas


Plasa diorama


Observasi Pak haji


Dua sejoli ini batal mengantri dan menjual tiketnya kepada kami. Tentu kami menolak, karena kami pun sudah membeli di loket resmi. Ternyata antrian sangat panjang, kami batal manuju puncak. Sepertinya dua sejoli itu juga malas mengantri.




Sang penjaja




Bapak ini dengan menggebu-gebu memberi pemaparan tentang teks proklamasi yang terpampang di belakangnya. Aura optimisme saya rasakan dari gaya bahasanya. Dia terlihat menikmati pekerjaannya.


Sekembali dari monumen, kami menemukan pasangan muda ini. Saya teringat kedua orang tua sewaktu saya kecil. Mereka selalu mengajak saya dan adik bermain ke tempat wisata, meskipun saya yakin mereka tahu repotnya membawa anak kecil bermain dengan menaiki kendaraan umum. Ode untuk orangtuaku, untuk para orang tua yang rela berpeluh demi warna ceria masa kecil anaknya.


Masih ingat mereka berdua? Ada yang sudah tau siapa mereka? Betul sekali, mereka adalah adik Isty dan pacarnya. Lengket sekali mereka berdua.


Di bawah monas, kami berkeliling dengan kereta. Di perjalanan, ada sekelompok manusia berkostum aneh. Sepertinya mereka musisi yang menjaga aksen visual biar terkesan betawi.


Selepas berkeliling, saya memotret rumput yang menyeret saya ke masa lalu. Rumput jenis ini adalah jenis rumput yang biasa saya injak sewaktu kecil. Waktu itu lahan bermain saya adalah halaman kantor balai desa yang asri. Disana saya mengamati ulat pohon beringin, memetik kepompong dan memecahnya hingga si calon kupu-kupu batal sempurna, bermain bola hingga memecahkan kaca, bermain petak umpet, dll. Sekarang pohon beringin itu tak lagi rimbun, mereka menebangnya hingga cabang. Tawa anak seusia SD tak lagi terdengar, entah dimana kini mereka bermain.


Kedua ekspatriat ini sedang asyik membaca dibawah rindang pohon. Mari membaca!


Waktu dzuhur tiba, saatnya saya dan Agus menghadiri majelis Jumat. Di halaman masjid kebanggaan Indonesia itu terdapat air mancur yang tetesan airnya tertiup angin hingga luar masjid dan terasa menyegarkan.


Koridor istiqlal


Mirip kuil arthemis


Kiddy on mosque


Sujud dzuhur


Monas dari istiqlal


Dari istiqlal, kami beranjak menuju kota tua. Tapi sebelumnya, perut kami akan diisi di atrium. Untuk menuju kesana, kami menaiki busway. Hari itu seluruh petugas pintu bis memakai busana ala muslim/betawi. What a beautiful, I love Indonesia.


Siang itu bis penuh, kami tak mendapat kesempatan duduk. Ada ruang kosong di samping supir, saya pun menuju kesana. Ternyata supir bis kami adalah seorang wanita. Sepertinya tak relevan lagi jika urusan mengemudi mobil identik dengan kaum adam.


Kami pun berhenti di sebuah halte untuk transit. Dari halte itu, terlihat sebuah plang ajakan untuk menghadiri semacam acara dakwah.


Ternyata, tepat di seberang plang dakwah itu, terpampang “Rayuan Arwah Penasaran”, “Akibat Pergaulan Bebas”, “Ratu Kost” dan “Roman Picisan”. What a contrary!


Souvenir asongan


Di bis selanjutnya kami mendapat tempat duduk. Sudah baca novel Supernova: Akar? Masih ingat tokoh Body? Si budhis ahli tato itu kini tertidur di samping saya.haha


Setelah tiba di halte atrium, kami dikejutkan dengan hilangnya ponsel De Tika. Figur diatas menggambarkan suasana saat Isti melapor ke petugas halte.


Petugas itu bersedia membantu. Sementara menunggu kabar, kami makan di atrium senen. Rasa sesal dan haru tak bisa disembunyikan De Tika. Dengan penuh rasa sabar, kakaknya berusaha menenangkan. Nampaknya Isti sudah mampu menerapkan ilmu manajemen sumber daya keluarga yang ia pelajari di bangku kuliah. Alih-alih rasa haru yang berlarut, makan siang kami dihiasi hikmah.


Kota tua adalah tujuan kami selanjutnya. Sepertinya stasiun kota diatas adalah stasiun terindah di Indonesia.


Akurasi


Sidewalk


Jika ada pre-wedding (pra-nikah), adakah pra-kawin?










Skaters


Tiga dara bercengkrama


Rotten beauty


Kartu: mainan kami kini




The show


Romantika onthel


Sinden leseh




Waktu maghrib pun tiba, kami bergegas pulang.


Standing sleep




Seperti yang saya katakan di awal, perjalanan kereta kami dihiasi manisnya para juvenil. Gadis kecil itu kerap terlihat sedang memperhatikan kami yang riuh berbincang. Sesekali ia menirukan gerakan yang dilakukan Ila.




Akhirnya Ila menyapa anak itu. Ternyata dia komunikatif. Tak lama, mereka pun larut dalam keakraban.


Anak ini sedang melakukan eksplorasi tentang cara kerja pintu kereta. Beruntung orang tuanya mendampingi, tidak melarang.


Farewell




Keluarga ini adalah potret menarik tentang sikap keluarga yang menerima kekurangan anaknya. Seorang ibu duduk di samping saya, suaminya berdiri di sisi lain. Kedua anaknya menghambur, satu orang menuju ibu, sementara yang lain menggapai ayah. Anak yang memakai sepatu boots biru terlihat seperti anak berusia sekitar 4 tahun dengan tampilan fisik biasa namun penuh keingintahuan. Ia tak henti bertanya berbagai hal kepada ibunya. Namun sayang sang ibu melarang. Akhirnya sikap kritis anaknya mati dalam lelap tidur. Lain halnya dengan anak lain yang berbincang dengan ayahnya. Meski terlihat mengidap sebuah kelainan, anak itu bersikap tak jauh berbeda dengan saudaranya. Dia beruntung karena sang ayah dengan senang hati menjawab tiap butir keingintahuannya. Respon itulah yang seharusnya dilakukan tiap orang tua dalam menghadapi anaknya yang haus ilmu.


akhirnya kami tiba kembali di Bogor.