Rabu, 17 Oktober 2012

Mang Dindin


Sejak lama sebenarnya saya sudah berniat untuk membuat sebuah karya mendokumentasikan dunia paman saya, Mang Dindin. Awalnya saya terpikir untuk membuat semacam novel yang menceritakan indahnya dunia di mata Mang Dindin. Sayangnya, satu huruf pun belum saya ketik untuk novel ini. Hehe. Saya lalu berbelok ingin membuat video dokumentasi keseharian Mang Dindin. Beberapa video sudah terkumpul, namun naas, kamera saya hilang. Dalam rangka ikut memperingati hari kesehatan jiwa sedunia yang jatuh tanggal 10 Oktober lalu (tahun ini temanya depresi sebagai krisis global. Ga nyambung banget sih sama kasus Mang Dindin. Haha), saya mengunggah foto-foto yang menggambarkan siapa itu Mang Dindin, sekaligus menggambarkan apa saja kegiatan harian adik ayah saya itu. Saya bersyukur telah diajarkan keluarga untuk menghormati mereka yang berkebutuhan khusus. Saya selalu ingat sebuah momen ketika Mang Dindin diajari mengaji oleh santri pesantren Kudang di rumahnya, ketika nenek saya masih ada dan Mang Dindin tinggal di rumahnya. Waktu itu saya terharu mendengar beliau yang memiliki keterbatasan, terus berusaha mengeja huruf hijaiyah di iqronya. Baiklah, langsung saja kita simak rangkaian foto esay berikut:


Saya punya paman, saya panggil Mang Dindin. Beliau sakit demam di usia 4 tahun, panas tubuhnya sepertinya merusak salah satu bagian otaknya, sehingga kondisi mentalnya mengalami kemunduran, bahkan hingga usianya berkepala 4 kini, ia masih memiliki pola pikir layaknya anak usia 2-3 tahun. Meski demikian, Mang Dindin memiliki keistimewaan yang bisa jadi tidak kita miliki.




Mang Dindin setelah mengikuti solat subuh berjamaah


Mang Dindin tidak pernah meninggalkan solat, meski dia mengalami keterbelakangan mental. Tiap kali adzan berkumandang, ia selalu sigap bersiap ke mesjid dan ikut solat berjamaah


Bagi Mang Dindin, dunia sepertinya tidak mengenal kata duka. Ia selalu terlihat ceria, meski jalan hidupnya mungkin tidak semenyenangkan ekspresi mukanya


Tiap pagi Mang Dindin selalu sarapan bubur di Mang Entah. Ia disiplin dengan rutinitasnya, bahkan ia selalu minum dengan botol yang selalu ia bawa


Mang Dindin akan bermain badminton


Mang Dindin bersiap bermain badminton. Ia mahir bermain bulu tangkis. Mang Dindin menggunakan tangan kirinya untuk memegang raket ketika beraksi


Mang Dindin usai bermain badminton dengan latar belakang gedung olah raga Limbangan Timur


Sehari-hari Mang Dindin menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di lingkungan rumah


Sehari-hari Mang Dindin menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di lingkungan rumah


Mang Dindin menyaksikan aktivitas di dalam madrasah


Mang Dindin menyaksikan anak-anak menari di Madrasah


Mang Dindin menyaksikan anak-anak menari di Madrasah


Mang Dindin di Madrasah Ar Ridho


Mang Dindin duduk di pinggir jalan raya Limbangan


Mang Dindin duduk di pinggir jalan raya Limbangan


Ketika malam tiba, biasanya Mang Dindin menonton televisi