Jumat, 19 September 2008

Cyber Merpati, 20 Ramadhan 1429 H

Tepat 2 bulan yang lalu, 20 Juli 2008 gw pamit caw lagi ke Institut Punk Bogor, padahal kuliah belum mulai, yah itulah hidup, pejuangan harus disertai pengorbanan. (backsuondnya lagu Oh Ibu dan Ayah selamat pagi, kupergi sekolah.............)


Tepat 20 hari yang lalu, untuk yang kedua kalinya gw melewati ramadhan pertama di luar rumah, taun lalu di asrama TPB IPB, taun ini di kontrakan gothic. (Backsoundnya lagu Scope-Lonely [nostalgia ramadhan di Intan Kos])




Insya Allah malam ini gw pulang ke Limbangan Rock City The City Of Angels Where Everything Is Possible bareng temen-temen sedaerah. (backsoundnya lagu Netral-Pulang)


Ada beberapa pelajaran berharga yang gw petik selama menjalani shaum di Bogor tahun ini, diantaranya:

1. Bateng, 1 Ramadhan 1429 H, 18.17 WIB
Magribh itu gw lagi jalan tanpa payung, diiringi hujan yang ga gede-gede amat. Dari sebrang jalan, gw liat Dina, lagi jalan ma temennya, mungkin lagi cari makan buat buka. Ga tega liat gw hujan-hujanan, dia nawarin gw pake payung yang dia pake, katanya biar dia bareng aja ma temennya. Awalnya gw nolak, gw juga ga tega, masa dia mengorbankan diri basah-basahan begitu aja. Tapi gw takut dia tersinggung. Waktu TPB, temen sekamar gw curhat, katanya kalo dia nawarin gw sesuatu, baiknya gw terima, soalnya dia dididik sama budaya yang ngajarin tersinggung kalo penawaran ditolak. Belajar dari pengalaman itu, akhirnya gw terima uluran tangan Dina yang ngasih payung. Gw sangat terharu liat sikap Dina, betapa gentle-nya sikap dara asal Pekalongan itu, tak tega melihat sahabatnya hujan-hujanan, apalagi sampe sakit. Semoga amal ibadah Dina diterima Allah, dan dosanya diampuni, dan dia nanti mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin.


2. RM Pondok Bambu, 17 Ramadhan 1429 H, 03.20 WIB
Kali ini gw tersentuh sama ceramah yang mengiringi santap sahur gw di Pondok Bambu. Kayaknya sih, dari timbre vokalnya, yang ngasih ceramah lewat radio tu Ust. Yusuf Mansyur. Intinya tu ceramah kurang lebih kayak gini: "Harusnya saat ada seruan shalat kita langsung beranjak menghadap Yang Maha Kuasa, tapi kita sering dilalaikan kesibukan. Allah selain ngasih 5 waktu buat solat wajib, juga nyediain waktu dhuha, sepertiga malam, dll buat kita nambah amalan solat. Jangan sampe Allah memberi kita peringatan kayak gini: jam 10 malem masih mimpin rapat, balik ke rumah jam 11, keluarga udah pada tidur, berangkat lagi ke kantor jam 5 pagi, akhirnya harus tinggal di rumah dinas, keluarga jadi seakan ga ada guna, kita jadi robot."
Hmm, intinya gw jadi nyadar bahwa sesibuk apapun, menyempatkan ibadah ia a must, kudu, wajib, harus, kedah. Dan gw juga sadar bahwa kita harus hati-hati sama cita-cita kita, minta jabatan tinggi-tinggi kalo ga berkah gimana, ya kayak contoh tadi kejadiannya. Gw jadi inget lirik lagunya The Ataris yang jadi OST Spiderman 2, be careful what you wish for.

3. PC Lounge, 19 Ramadhan 1429 H, 23.45 WIB
Yang ini gara-gara gw nekat ngenet malem-malem demi download video dari youtube. You know lah, akses yang cepet kan malem-malem, jadi ya itulah oportunity cost-nya, begadang + ga makan sahur. Setelah puas dapet video Spunge, Blink 182, Hercules, dll, gw langsung caw lagi ke kontrakan dan langsung tewas. Sebenarnya gw sadar si Uyeh bangunin jam setengah 4an, tapi apa daya mata ini terasa berat sekali, akhirnya merem lagi, bangun-bangun udah jam 05.01, wah, gw harus istighfar sebanyak-banyaknya.


Well, sekian dulu sekarang, kapan-kapan kita sambung lagi yah. Eh, ngomong-ngomong blog gw sepi mulu neh, yang ngasih komen Ann mulu, jangan-jangan dia doang yang ngeh gw punya blog. Alah, apapun itu, yang penting gw harus jadi straight-edge teladan sejuta umat, melampiaskan emosi lewat cara yang sehat, salah satunya lewat blog ini. Betul ibu-ibu?

Minggu, 07 September 2008

Who Am I?

Beberapa teman ada yang menanyakan apakah huruf "H" di nama depan saya adalah hasil rekayasa atau bukan. Dengan tegas dan pasti saya katakan bahwa itulah nama saya sebenarnya, nama yang juga tertulis di akta kelahiran dengan susunan yang sama, nama yang dihadiahkan oleh dua orang yang paling saya cintai di dunia ini. Nama saya, Rheza Ardiansyah. Nama Rheza diambil dari istilah 'rhizoid' yang berarti akar. Ardian berarti bumi, sedangkan syah maksudnya raja atau pemimpin. Jadi, jika disusun kurang lebih maksudnya adalah bahwa orang tua saya berharap anaknya menjadi akar yang mampu menopang dan menjadi pemimpin/khalifah yang baik di dunia ini.

Saat membuat tulisan ini, saya sedang menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebagian teman di kampus memanggilku dengan nama 'Siregar', akronim dari Si Rheza Garut. Nama itu pertama kali dicetuskan oleh Hans Budi Findranov, teman sekelas saya di kelas TPB A28. Tentu saja saya senang menyandang nama khas semacam itu, meskipun Garut tidak semegah New York, tempat itu tetaplah tempat lahir yang patut saya banggakan.

Saat berseragam putih-abu, mereka memanggilku Koben. Nama itu pertama kali saya dengar dari seorang Deden Lukman Hakim saat kami sekelas di X-1 SMAN 1 Tarogng Kidul Garut. Panggilan Koben timbul karena saat itu saya sering membicarakan Kurt Cobain, frontman sebuah band tahun 90-an, Nirvana.

Masa SMP yang saya alami lebih bernuansa olah raga, khususnya sepak bola. Tim andalan saya adalah Juventus, dengan Alessandro Del Piero sebagai pemain bintangnya. Ali Sunarya kemudian memanggilku Gudel. Meskipun terdengar aneh, namun nama itu adalah salah satu ciri khas masa SMP yang manis.

Saya mengenal Megantara Marom jauh sebelum kami sekelas di SD dan SMA. Kami sering bermain bersama, selain karena waktu itu jarak rumah kami dekat, ayahku dan ayah Ega adalah rekan sepekerjaan. Meskipun semula kami berbeda SD, saking eratnya persahabatan kami, Ega memanggil De Rheza. dan saya panggil dia a Ega ('aa' atau 'a' = panggilan kakak dalam bahasa sunda). Kelas 2 SD, saya hijrah ke sekolah Ega. Teman-teman lain yang belum tahu nama saya, bertanya ke Ega, dan Ega memberitahu mereka bahwa nama saya adalah (inilah panggilan yang saat itu saya benci) de Rheza. Meskipun memang masih kecil, tapi saya tidak suka diperlakukan seperti anak kecil oleh teman sebaya. Saya pun hanya bisa pasrah mendengarnya, bahkan tak sedikit anak yang usianya lebih muda ikut memanggil de Rheza. Meskipun begitu, saat ini panggilan itulah yang paling saya rindukan.

Orang tua saya pernah bercerita, saat masih balita, banyak yang salah memberiku panggilan. Mereka bukan memanggil 'ujang' (panggilan untuk anak lelaki dalam bahasa sunda), tapi 'neng' (panggilan untuk anak perempuan dalam bahasa sunda). Tapi sekarang saya yakin tak akan ada lagi yang salah pilih gelar.

Demikianlah perkenalan saya , jika ada hal lain yang perlu ditanyakan, silahkan berkunjung ke www.friendster.com/inmyfaith, atau kirim email ke hore_punya_email@yahoo.com, atau hubungi 0813203xxxxx. Ada satu hal lagi kiranya perlu saya beritahukan. Saya lahir tanggal 7 September 1989. Ya, tepat 19 tahun yang lalu.

Terima kasih atas kesediaan Anda membaca tulisan saya, semoga bermanfaat bagi kemajuan agama, bangsa dan diri kita pribadi.

Selasa, 02 September 2008

Finding Nadia's Show Report

Photobucket

BOGOR (rz-ard) Setelah terbentuk selama kurang lebih 5 bulan, Finding Nadia mulai menunjukkan eksistensinya. Band beranggotakan 5 orang pemuda ganteng itu, pada sabtu malam (30/8) tampil di acara "Kota yang Hilang" di Cibinong Billiard Bogor. Tiga lagu unggulan mereka, berhasil dilantunkan dengan sangat ekspresif. Saat ditemui dalam rapat evaluasi seusai penampilan mereka berakhir, semua personel band yang telah menghasilkan dua buah hits single ini mengaku puas dengan penampilan pertama mereka di hadapan publik, meskipun ada beberapa hal yang perlu dikoreksi. Dalam acara yang diprakarsai oleh Dudunk Enterprise itu, FN tampil berbagi panggung bersama band-band sekelas Full Of Envious, Topi Jerami, Seems Like Yesterday, Hate To Think, Damn Looser, Blasterand, dan band-band pengusung aliran keras lainnya. Finding Nadia yang rencananya tampil sebelum rehat solat maghrib, akhirnya mendapat jatah panggung sekitar pukul 8 malam, tanpa dihadiri 2 awak tetapnya. Gita, sang manager, berhalangan hadir karena harus mengikuti sebuah acara kampus di gunung bunder, sedangkan Chetz yang berperan sebagai bassis, digantikan posisinya sementara oleh Roy, karena ia pun harus menghadiri acara kampus di pulau seribu. Penampilan Finding Nadia berlangsung khidmat, dengan diiringi moshing semua personelnya. Rona yang semula pesimis karena ada masalah dengan suaranya, akhirnya berhasil menyanyikan "July Love Letters", "Papercase" dan "Melody of Dancing Bullets" dengan mulus. Pun begitu dengan Rheza (gitar), Van (gitar), Deni (drum) dan Roy (bass), semua personel menghayati penampilannya dan tak ada yang bermain dengan statis.

ROAD TO STAGE
Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Itulah hal yang mereka sadari saat memperjuangkan penampilan perdananya. Mulai dari hilang kontaknya Roy dengan keempat personel lain karena telepon genggamnya raib bersama dompet dan isinya, hujan yang menghadang perjalanan, hingga adanya polisi yang mendaratkan pukulan di kepala Rona. Kejadian yang mereka sesalkan adalah hadirnya polisi ringan tangan yang seakan dengan mudahnya menghujamkan pukulan ke kepala orang yang tidak mengerti duduk persoalannya. Berawal di sebuah jalan yang padat, motor yang ditumpangi Rona dan Van bermaksud berbelok ke kanan dari pinggir jalan, sehingga harus memotong laju kendaraan yang bergerak ke kiri dengan tersendat-sendat. Di hadapan motornya ada seorang bapak dengan kumis dan setragam coklatnya sedang mengatur lalu lintas, tanpa melarang Rona yang menempuh jalur itu. Namun dengan tiba-tiba, "sang pelindung masyarakat" itu menggedor helm Rona hingga motornya hampir roboh, Rona pun memacu motornya melanjutkan perjalanan tanpa memperpanjang urusan itu. Harusnya, sebagai pengatur lalu lintas, ia memberi aturan yang jelas bahwa pengguna jalan dilarang memotong arah, bukan menghukum tanpa peringatan sebelumnya. Kita doakan saja semoga si baplang mendapat pencerahan iman dan sadar sehingga menghentikan sikap buasnya.