Kamis, 29 Agustus 2013

Upacara Pengibaran Bendera di Bawah Laut


Nasionalisme menampakkan diri dalam banyak wajah, berupa rupa. Membiarkan sehelai kain dwiwarna berkibar di angkasa mungkin cara yang biasa. Merayakan hari kemerdekaan dengan membuatnya berkibar di kedalaman, belum banyak yang melakukan, apalagi pengibarnya penyandang disabilitas. Di laut Tulamben, Karangasem - Bali, 21 orang kaum difabel membuktikan bahwa tak ada yang tak mungkin. Mereka yang berasal dari Yayasan Senang Hati dan Yayasan Yakoom Bali ini telah melalui berentet tahap pelatihan untuk bisa mengoperasikan alat selam. "Prinsip pengoperasian alat selamnya sama, tapi teknik yang mereka gunakan berbeda", kata Jaka Umbara, salah satu pendamping para penyelam difabel pengibar bendera tadi. Jaka dan penyelam profesional lain memandu para penyelam difabel selama upacara pengibaran bendera dalam laut berlangsung. Satu orang penyelam difabel, didampingi seorang penyelam profesional. Beberapa diantara mereka berasal dari BIDP, Bali International Diver Professional.
Upacara bendera di bawah laut Tulamben berlangsung selama sekitar 40 menit pada 17 Agustus 2013 sekitar jam sembilan pagi waktu setempat. Empat orang penyelam difabel bertindak sebagai pembawa bendera, satu orang lainnya pengerek bendera sementara satu lagi menjalani peran sebagai pemimpin upacara. Pengibaran bendera ini berlangsung di kedalaman 7-9 meter, di samping bangkai kapal USAT Liberty. Seusai upacara, para penyelam difabel kemudian menampilkan aksi sulap di bawah air. Sembilan belas trik khatam mereka pamerkan.

Tak hanya penyelam difabel lokal yang juga ambil bagian dalam upacara ini. Masyhudi Sena atau Dudi, seorang pengacara penyandang disabilitas asal Jakarta, rela menggunakan jatah mudik dari kantornya demi merayakan kemerdekaan di laut Tulamben. Ia ingin memotivasi kawan-kawan dengan kondisi yang serupa dirinya. Namun meski penyelaman itu diikuti penyelam difabel, penyelam profesional, wisatawan, hingga wartawan, Dudi menegaskan bahwa di bawah sana kita semua sama, dan mengobarkan semangat nasionalisme yang juga serupa. Dirgahayu Indonesia!
Barisan khusus penyelam difabel
Hormat bawah air
Seorang difabel tanpa kaki didampingi penyelam professional
Siap sulap
Me and my buddy diver
Briefing prapenyelaman
Briefing semalam sebelum penyelaman
Siap selam


Selasa, 27 Agustus 2013

Pertemuan Terakhir OPERASI PLASTIK Tahun Ini

Berikut ini adalah foto-foto dari pertemuan terakhir OPERASI PLASTIK tahun ini. Ya, terakhir, khususnya dalam formasi lengkap. Setelah latihan ini, Maul lanjut sekolah di Skotlandia, Limpy balik ke Sulawesi, Kentunk jadi bankir lagi, Ikiw menempuh hidup baru setelah keluar dari kerjaannya, dan saya kembali berurusan dengan kejadian. Di latihan kali ini kami mengujicobakan lagu baru judulnya Satu. Bayangkan, lagu yang liriknya nasionalis tapi dinyanyiin dengan variasi vokal growl, scream, clean ala Limpy. Departemen lirik dan musik menurut saya cenderung biasa, yang paling menarik ya di teknik vokal Limpy tadi. Penasaran dengan lagu itu? Tunggu tanggal mainnya. Tapi sebelum nunggu Satu, tunggu dulu album kami yang siap rilis. Haha. Jadi setelah ngumpul ini, kami sama-sama datang ke kantor Hujan Records yang ternyata udah ga ada lagi. Rencananya kami mau rilis via netlabel. Nah untuk sementara, dengarkan dulu dua lagu ini.
























Minggu, 25 Agustus 2013

Kaset dan Tiket Metallica

foto dipinjam tanpa izin dari Robby Pratama
Siang itu, ketika kami masih SMA awal 2000an, Raindy menyodorkan sebuah kaset berwarna dominan putih. Dia merekomendasikan saya dengar album "and justice for all", gubahan Metallica. Katanya lagu One paling bagus. Saya dengar, dan tak lanjut menikmati. Terlalu pelan temponya, ga cocok sama telinga saya yang waktu itu masih nyaman disumpali musik punk (dari Rancid, Bunga Hitam, sampai Blink 182). Padahal bertahun-tahun kemudian, lagu One jadi salah satu lagu Metallica yang saya suka, selain Enter Sandman. Ga banyak memang lagu Metallica yang saya suka, meski di hard disk komputer ada dua album (Ride The Lightning & Death Magnetic) yang tersimpan, kadang terputar setelah tombol shuffle di pemutar musik aktif.

Baru saja saya khatam membaca majalah tempo edisi pekan lalu, edisi bercover muka Rudi Rubiandini yang diciprati tinta. Dalam majalah itu, ada paket artikel tentang Metallica, dari sejarah berdirinya salah satu dari empat perintis trash metal itu, bagaimana promotor menempuh dua tahun perjuangan mendatangkan mereka, hingga curhatan gubernur rocker Jokowi soal perkenalannya dengan Metallica. Sebenarnya bukan hal aneh kalau Metallica dibanjiri fans yang sejak lama ingin menonton pertunjukan mereka secara langsung. Berdiri tahun 1981, band yang dikomandoi drummer Lars Ulrich ini sempat digitari Dave Mustaine, gitaris yang setelah didepak dari Metallica, mendirikan Megadeth dan bertengger sejajar dengan eks bandnya sebagai bagian dari empat serangkai pionir trash metal (Metallica, Anthrax, Megadeth, Slayer). Musik dan (mungkin) sikap Metallica menyalakan lilin inspirasi musisi lain sehingga mereka juga menggubah karya yang tak kalah indah. Pantas Metallica diburu.

Yang juga menarik dari Metallica, adalah solidnya relasi James Hetfield dan Lars Ulrich. Lars pertama kali yang mengajak James ngeband, lalu beberapa personil lain masuk dan keluar. Merekalah Kurt Cobain dan Krist Novoselic-nya Metallica. Siang tadi saya nonton paket berita tentang sejarah Metallica. Di sebuah penghargaan James mengucap terima kasih karena Lars mengajaknya bersama dalam satu band. Mereka lalu berbagi peluk persahabatan.

Jika seandainya, hari ini ketika Metallica kembali menginjak tanah Indonesia, saya ditawari sebuah tiket gratis untuk menonton kuartet milik Papa Het, saya mungkin bakal seperti ketika menerima "and justice for all", menontonnya untuk sebuah sensasi konser dengan artis kelas gigantik, lalu keluar stadiun dengan perasaan seperti telah menonton konser biasa. Atau bisa jadi saya tolak tawaran tiket gratis itu, kalau memang ada orang lain yang saya kenal, yang sangat sakau dengan Metallica dan berharap sampai ubun-ubun bisa nonton band pujaannya. Tiket itu mungkin saya hadiahkan ke dia. Pesta kedua sejak 20 tahun lalu itu pun baru bubar. Selamat hari raya Metallica se-Indonesia.

Minggu, 11 Agustus 2013

Cikampek Menjelang Lebaran

Kemacetan jalur menuju Pantura via Simpang Joming dari pintu tol CIkampek. Kemacetan biasanya muncul mulai sore hingga pagi esok harinya

Matahari tenggelam di kawasan tol Cikampek

Polisi mengatur arus lalu lintas

Pembatas jalan dan bayangannya

Miniatur kemacetan
Papan reklame rombeng

Ngabuburit bapak-anak

Ngabuburit keluarga

Seorang petani membawa daun talas untuk pakan ikan gurame
Para pedagang asongan siap memasuki bis yang keluar dari pintu keluar tol Cikampek

Seorang tentara kesulitan membagikan paket beras untuk warga di sekitar pintu tol Cikampek

Warga mengerumuni pembagian paket beras oleh TNI

Sabtu, 10 Agustus 2013

Purwakarta Sehari Sebelum Lebaran

Saya ga nyangka pusat kota dan kabupaten Purwakarta sebagus ini. Saya mengunjungi pusat kabupaten berusia 45 tahun dan kota berusia 182 ini sehari sebelum lebaran. Sore hari, saya jalan-jalan di stasiunnya yang sepi dan artistik. Malamnya, ada festival bedug yang disiarkan tim liputan kami. Jam satu malam, kami lewati pasar Jumat, kondisinya rame. Banyak anak muda belanja busana disana. Jam enam pagi kami lewat tempat yang sama, jalannya bersih. Hebat juga. Paginya saya wawancara Pak Bupati. Menanggapi berserakannya koran yang dijadikan sajadah di kompleks masjid Baing Yusuf, dia bilang lima menit lagi udah bersih. Pasca wawancara, saya lihat personil satpol PP bersihin koran bekas. Ga lama setelah itu, mesjid bersih lagi. Berikut cuplikan keindahan Purwakarta yang saya abadikan dengan kamera saku.
Panggung utama Festival Dulag atau Festival Bedug
Patung Raden Kiansantang, salah satu tokoh penyebar agama Islam di bumi pasundan. Raden Kiansantang adalah anak Prabu SIliwangi. Di Purwakarta, patungnya dikelilingi harimau yang merupakan simbol Prabu Siliwangi. Di sebelah kiri foto tampak salah satu Gedung kembar. Gedung lainnya ada di sisi lain pintu masuk ke stasiun Purwakarta. Satu gedung kembar menjadi kantor Bupati, satu lainnya perpustakaan kabupaten.


Gatot Kaca
Meski masa mudik lebaran, stasiun Purwakarta tetap sepi. Meski demikian beberapa tentara tetap berjaga

Deretan gerbong rusak di Stasiun Purwakarta

Gerbong Mati

Remaja setempat menjadikan atap gerbong tempat bercengkrama

Gerbong Nonaktif

Stasiun Sepi

Salah satu gerbong yang tidak dipakai

Happy with friends

Di rel

Gerbong tua

Sore, gitar, gerbong tua
Stasiun lama

Klasik

Pohon beringin tumbuh di tembok gedung stasiun lama

Seorang tukang bakso beristirahat di kompleks monumen Gatot Kaca di depan Stasiun Purwakarta
Wajah stasiun lama
Pintu Terlarang