Ternyata Ferry
Dua puluh menit lagi programnya mulai. Saya harus melaporkan secara langsung kondisi di dalam pos pengamanan arus mudik jawa barat di cikampek. Sementara itu saya dan tim live report belum masuk ke dalam ruangan, karena masih ada briefing dibdalam sana. Saya dan pak suhartono memberanikan diri masuk. Tim kami sudah siap dengan opsi kedua, melaporkan kondisi pintu keluar tol dan (jika ada) mobil mogok yang biasanya menepi di dekat sana.
Gagal menginterupsi rapat yang dipimpin wakolda, seorang kompol saya datangi di sisi lain ruangan. Ia menolak kasih izin buat live report kami. Mau ada kapolda katanya, mau Inspeksi jalur mudik. Wakapolda denger soal izin kami. Seorang kombes pol menawarkan diri bantu kami, izin live report terbit.
Pak kombes pol ini kepala bidang humas polda jawa barat. Pertama kali saya jumpa dia saat saya tanya soal analisa pantauan udara. Teledornya saya, nama beliau ga sekalian ditanyain. Besoknya pas ketemu lagi, dia tanya saya masih ingat beliau ga. Saya jawab ingat, kepala humas polda, tanpa sebut nama, karena ga tau. Pas mau live malam itu, saya tanya nama beliau. Pak kombes terlihat tersinggung. Dia marah karena saya lupa namanya. Saya bilang, takut salah nulis. Dia ngetes, minta saya sebutin namanya. Daripada ga tau, saya asal sebutin nama. Slamet Riyadi. "Itu kapolres purwakarta, kamu mau wawancara saya apa kapolres? Kalau kapolres posnya disana bukan disini", jawabnya sengit. Pak Daniel, jawab saya asal nyebutin nama di dada seorang polisi disana. Jelas dia makin kesel. Haha. Live report dari posko malam itu terancam gagal.
Pak kombes nyuruh saya duduk di depan dia. Dengan muka serius, kombes tanya apa benar saya ga ingat dia, padahal dia yakin saya pernah wawancara dia.
Saya bilang iya pernah, tapi yang ga ditayangkan. Pertemuan soal pantauan udara maksud saya.
Nada bicaranya sedikit meninggi. "Pernah, wawancaranya ditayangkan. Kamu rheza kan?" Saya kaget sekaligus malu.
"Kamu pernah liputan ke bandung kan?"
"Pilkada jabar?"
"Bukan, Susno"
Itu dia. Saya bulatkan mulut bilang o panjang. "Itu Ferry pak". Saya bilang kalo saya sama Ferry itu emang suka ketuker. Pak De Suharno nambahin, meyakinkan pak kombes kalau saya bukan reporter yang beliau kenal saat kasus Susno Duadji yang nolak ditahan. Setelah semuanya jelas, barulah kabud humas polda jawa barat itu kasih tau nama lengkapnya, kombes pol martinus sitompul.
Dua puluh menit lagi programnya mulai. Saya harus melaporkan secara langsung kondisi di dalam pos pengamanan arus mudik jawa barat di cikampek. Sementara itu saya dan tim live report belum masuk ke dalam ruangan, karena masih ada briefing dibdalam sana. Saya dan pak suhartono memberanikan diri masuk. Tim kami sudah siap dengan opsi kedua, melaporkan kondisi pintu keluar tol dan (jika ada) mobil mogok yang biasanya menepi di dekat sana.
Gagal menginterupsi rapat yang dipimpin wakolda, seorang kompol saya datangi di sisi lain ruangan. Ia menolak kasih izin buat live report kami. Mau ada kapolda katanya, mau Inspeksi jalur mudik. Wakapolda denger soal izin kami. Seorang kombes pol menawarkan diri bantu kami, izin live report terbit.
Pak kombes pol ini kepala bidang humas polda jawa barat. Pertama kali saya jumpa dia saat saya tanya soal analisa pantauan udara. Teledornya saya, nama beliau ga sekalian ditanyain. Besoknya pas ketemu lagi, dia tanya saya masih ingat beliau ga. Saya jawab ingat, kepala humas polda, tanpa sebut nama, karena ga tau. Pas mau live malam itu, saya tanya nama beliau. Pak kombes terlihat tersinggung. Dia marah karena saya lupa namanya. Saya bilang, takut salah nulis. Dia ngetes, minta saya sebutin namanya. Daripada ga tau, saya asal sebutin nama. Slamet Riyadi. "Itu kapolres purwakarta, kamu mau wawancara saya apa kapolres? Kalau kapolres posnya disana bukan disini", jawabnya sengit. Pak Daniel, jawab saya asal nyebutin nama di dada seorang polisi disana. Jelas dia makin kesel. Haha. Live report dari posko malam itu terancam gagal.
Pak kombes nyuruh saya duduk di depan dia. Dengan muka serius, kombes tanya apa benar saya ga ingat dia, padahal dia yakin saya pernah wawancara dia.
Saya bilang iya pernah, tapi yang ga ditayangkan. Pertemuan soal pantauan udara maksud saya.
Nada bicaranya sedikit meninggi. "Pernah, wawancaranya ditayangkan. Kamu rheza kan?" Saya kaget sekaligus malu.
"Kamu pernah liputan ke bandung kan?"
"Pilkada jabar?"
"Bukan, Susno"
Itu dia. Saya bulatkan mulut bilang o panjang. "Itu Ferry pak". Saya bilang kalo saya sama Ferry itu emang suka ketuker. Pak De Suharno nambahin, meyakinkan pak kombes kalau saya bukan reporter yang beliau kenal saat kasus Susno Duadji yang nolak ditahan. Setelah semuanya jelas, barulah kabud humas polda jawa barat itu kasih tau nama lengkapnya, kombes pol martinus sitompul.
Tentang Orang Tua
Pak martin akhirnya bersedia diwawancara. Setelah live show, kami berdua ngobrol-ngobrol, soal kemiripan saya dan Ferry, soal beliau yang orang tuanya masih ada, sehat dan usianya 80an tahun, soal saya, live report dan orang tua.
Pak martin ingetin saya buat jangan lupa kontak orang tua, kabari kalau mau live. "orang tua kita tu seneng pas liat kita, mereka bakal tau kabar kita. Lihat tangan saya, ini saya merinding ceritain ini. Intinya yang membuat mereka sehat dan panjang umur kan rasa bahagia", saya mengiyakan dalam hati, pak martin benar.
Nyampe SNG, saya telepon orang rumah. Tanya soal live saya barusan. Meskipun ga ngabarin, mama ternyata nonton dan ngoreksi. Saya bilang selanjutnya kalau mau live, saya ngasih tau. Besoknya saya live lagi, orang rumah ga dikasih tau. Besoknya juga begitu sampe tugas di program Holtra habis. Haha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar