Jumat, 26 April 2013

Rabu, 24 April 2013

Denok dan Gareng


Saya tertarik menonton sebuah film, setelah ia diembel-embeli gelar juara 2 kompetisi film dokumenter internasional. Judul filmnya Denok dan Gareng. Film ini berkisah tentang kehidupan sepasang suami istri di Yogyakarta, Denok dan Gareng. Denok anak jalanan, dia pernah hidup sebagai penjual narkoba. Pacarnya kabur setelah Denok dihamili. Tiga tahun kemudian ada Gareng yang mau menerima Denok apa adanya. Pasangan itu lalu tinggal di rumah orang tua Gareng, si anak jalanan juga. Ayah Gareng kabur meninggalkan utang 40 juta yang akhirnya harus dibebankan ke keluarga Gareng dan ibunya. Bagaimana mereka menjalani hari sebagai insan berlatar belakang problema seperti dituturkan?

Awalnya saya antusias benar menikmati film ini, namun entah kenapa di pertengahan durasi, kesadaran saya melayang entah kemana, saya tertidur. Gimana enggak, film ini ga dilengkapi musik latar, benar-benar bening (kalau ga boleh disebut hambar). Kita seakan melihat aktivitas keluarga pra sejahtera ini melalui mata malaikat pencatat amal. Tapi terlepas dari skill saya yang cetek dalam menikmati film dokumenter yang bergaya visual "hidup sebagaimana mestinya", film Denok dan Gareng berhasil memotret skena menarik bagaimana kehidupan yang penuh polemik dihadapi. Meski punya utang, toh Gareng dan Denok masih bisa ikut dalam aktivitas kesenian tradisional kuda lumping (bahkan Gareng jadi penarinya dan dirasuki. Tunggu, dirasuki apa mabuk ya? Haha). Saat Gareng beraksi, Denok sumringah menyaksikan di pinggir panggung.

Saya sempat mengerutkan dahi ketika anak Denok-Gareng dimarahi orang tuanya. Dimarahi Gareng sih tepatnya, dengan disaksikan Denok. Kasihan aja anaknya dikerasin gitu. Masalah di keluarga Denok-Gareng sempat bertambah ketika adiknya Soesan kecelakaan dengan motor pinjaman. Potret lucu muncul ketika Gareng meledek ibunya yang buta huruf saat mengurus asuransi kecelakaan.

Intinya, film Denok dan Gareng ini cukup layak disaksikan. Apalagi kamu yang suka atau udah pernah nonton atau tau tentang film fiksi Radit dan Jani sama biopik Sid and Nancy. Setelah itu tonton video klip lagu Smashing Pumpkins yang judulnya Try Try Try, lengkap sudah. Mau tiru mereka? Terserah! :)

Kamis, 11 April 2013

Life In A Day


Kita mendefinisikan hari sebagai rentang interval waktu sepanjang 24 jam. Dalam kurun tersebut, manusia di seluruh dunia punya banyak kejadian yang memaknai ruang waktu yang mereka lewati. Rangkuman peristiwa dari jagad kejadian di seluruh dunia, ditampilkan dalam film Life In A Day. Film ini merupakan gabungan dari video-video yang diunggah situs video YouTube hari Sabtu tanggal 24 Juli 2010. Kreator film ini meminta orang-orang mengabadikan hidup mereka selama sehari itu, dan menjawab beberapa pertanyaan. Alhasil, video berdurasi 4500 jam terbentuk dari 192 negara. Dari video inilah, hidup manusia dirangkum menjadi visualisasi berdurasi satu setengah jam. Film ini digarap adik kakak Ridley Scott dan almarhum adiknya Tony Scott. Keduanya sudah jelas jadi jaminan mutu film ini.

Life In A Day diawali dari tengah malam, saat hari keduapuluh empat bulan ketujuh masih muda. Aktivitas dini hari di bawah bulan purnama digambarkan beragam. Dari seorang pemabuk, suasana pasar tradisional di Indonesia, lalu berlanjut ke berbagai suasana bangun pagi. Film itu lalu melanjutkan cerita selama sehari dunia berputar. Ada suka, ada duka. Sesekali saya dibuat menyunggingkan senyum. Sesekali pula saya berdecak kagum, dan di bagian lain, saya dipaksa ikut merasakan apa yang digambarkan di layar sana. Life In A Day kiranya bisa jadi semacam pengantar bagi alien yang ingin tahu kondisi makhluk yang mendiami si planet biru ini. Kalau alien saja perlu tahu, apalagi kita si tuan rumah planet bumi ini. Saran saya, segera sempatkan satu setengah jam kamu.




Senin, 08 April 2013

Tawur Kesanga


Meskipun foto pertama yang dipajang disini foto saya, percayalah bahwa di foto berikutnya ga ada saya yang narsis. Hehe. Foto-foto berikut  saya ambil ketika umat Hindu di Yogyakarta menggelar ritual tawur kesanga, salah satu rangkaian hari raya nyepi.


Umat Hindu mengarak ogoh-ogoh untuk ditarikan bersama ogoh-ogoh lain di pelataran Candi Prambanan


Sekelompok remaja membawa lari ogoh-ogoh sebagai bagian dari tari ogoh-ogoh upacara Tawur Kesanga di pelataran Candi Prambanan


Seorang anak menolak menggunakan penutup kepala dalam upacara Tawur Kesanga


Seorang anak tidak mengikuti sembahyang Tawur Kesanga


Seperangkat gamelan jawa dimainkan dalam upacara Tawur Kesanga


Seorang anak ikut serta dalam upacara Tawur Kesanga


Ogoh-ogoh diarak di area Candi Prambanan


Tari Rejang Dewa merupakan tarian utama dalam upacara Tawur Kesanga. Tari ini harus ditampilkan oleh wanita yang masih perawan


Tari Rejang Dewa merupakan tarian utama dalam upacara Tawur Kesanga. Tari ini harus ditampilkan oleh wanita yang masih perawan

Selasa, 02 April 2013

The Host


Tadi siang saya nonton film The Host. Waktu pertama lihat trailernya, saya pikir ini film wajib tonton, karena memang keliatannya keren. The Host ini diangkat ke layar lebar dari sebuah novel gubahan Stephanie Meyer, penulis yang juga melahirkan Twilight Saga. The Host berkisah tentang kondisi bumi yang sudah ditaklukkan sejenis makhluk asing. Lain dengan kondisi penaklukkan ala film alien lain, dikisahkan kondisi bumi begitu aman damai tenteram, karena makhluk asing ini menghinggapi hampir semua manusia, dan ia punya sifat altruistik tinggi. Cinta damai, saling percaya, tapi punya ambisi menguasai. Cerita kemudian mengerucut ke sesosok gadis bernama Melanie Stryder. Dia adalah salah satu manusia yang luput dari invasi si alien, dan dia berontak biar ga jadi bagian dari mereka. Malangnya, si Melanie kena juga dirasuki seorang alien bernama Wanderer yang kemudian dipanggil Wanda. Si Wanda ini alien baik yang baik banget (bingung ga?hehe). Dia bantu Melanie melarikan diri. Jadi, di tubuh Melanie Stryder itu, ada 2 sosok, Wanda dan Melanie asli. Sayangnya sebagian besar kendali tubuh dikuasai Wanda, si alien. Di pelarian, kolaborasi Wanda dan Mel ketemu sama manusia. Apakah mereka justru akan dibunuh sama sisa spesies manusia? Ataukah justru Wanda yang terlihat mau menolong, justru mengarahkan kaumnya untuk merasuki sisa manusia yang hampir punah? Tonton saja filmnya. Tapi buat kamu yang ga suka film drama yang terlalu dramatis, mending ga usah. Saya juga bakal pikir-pikir lagi kalau mau nonton film saduran novel Steophanie Meyer.