Kisah yang diceritakan dalam film ini dimulai dengan bentangan panorama desa khas Jepang dari balik pohon sakura yang berbunga di pinggiran jalan yang dilalui seorang ibu dan anaknya. Anaknya kan pergi ke Tokyo untuk kuliah. Pria yang diantar ibunya itulah yang nantinya akan menjadi tokoh sentral dalam film berdurasi 1 jam 43 menit 12 detik ini.
Negishi Souichi namanya. Dia punya cita-cita menjadi seorang musisi yang fashionable. Semboyan yang selalu ia anut adalah no music no dream. Suatu hari ia ikut serta dalam sebuah rekrutmen musisi, dan ia lolos, kemudian bermusik di sebuah band metal bernama Detroit Metal City. Meski sudah memiliki banyak penggemar, Negishi tidak menikmati perannya sebagai Johann Krauser The Second, pemain gitar sekaligus vokalis dalam band beranggota tiga orang itu. Konflik yang disajikan dalam film ini kemudian berkutat antara dinamika musikalitas Negishi, rasa sukanya kepada seorang gadis, hingga kehidupan keluarga sang tokoh utama.
Saya tidak akan mengulas kronologi film itu dari awal hingga akhir. Saya akan memaparkan pandangan saya tentang nilai-nilai yang terkandung dalam film ini. Selain DMC, beberapa film lain yang bertema musik diantaranya School of Rock (pemeran utamanya Jack Black), The Rocker (pemeran utamanya Mark Wahlberg, ada Jeniffer Anniston juga), The Rockstar (tentang drummer yang dipecat karena tidak cocok dengan karakter band yang akan dimainstreamkan), dll. Saya menilai DMC sebagai sebuah film yang cakupan pesannya lebih luas, tak hanya topik linier perjalanan sebuah kelompok musik/perjuangan musisi menuju puncak pencapaiannya. Lebih dari itu, DMC menawarkan pembelajaran di berbagai aspek. Poin-poin yang akan saya cermati akan disajikan dalam pemaparan berikut:
1. Sejak awal film, tokoh figuran yang cukup mencolok adalah keberadaan para posser (penggemar buta). Karena menggemari Krauser, maka isi lirik yang bercerita tentang pembunuhan dan perkosaan itu juga turut jadi sebuah hal yang hebat. Aneh, harusnya dua hal itu jadi musuh kita bersama. Nah, Anda para selebritis yang menjadi panutan banyak orang, tolong jangan ajarkan hal-hal negatif. Jangan jadi penyebar nilai negatif, jadilah penyebar mimpi. Ya, di film ini diceritakan bahwa cita-cita Negishi juga ingin menyebarkan mimpi dengan musiknya, meskipun belum jelas mimpi apa yang ia maksud.
2. Negishi adalah seorang pria yang terlihat lemah dan tidak bisa melakukan perlawanan. Saat ia ditindas manajernya, ia pun tak bisa berkutik. Kamarnya dibuat berantakan, baju-bajunya disobek, demi mendapat kesan bahwa begitulah seorang metal harus bertindak. Oya? Di akhir penindasan itu, Negishi merenung. Semula Ia memiliki keyakinan bahwa the strongest energy to produce music isn't love. Setelah kejadian itu, pernyataanya berubah. The strongest energy to produce music is revenge, hate. Menurut saya, sah-sah saja menyatakan apapun itu sebagai energi terbesar untuk memproduksi musik, karena sebenarnya energi terbesar itu ya perasaan si musisi. Secara umum, kekuatan terbesar yang memproduksi sebuah musik sebenarnya adalah penghayatan terhadap hidup.
3. Negishi yang mengenakan kostum Krauser disadarkan oleh gadis pujaannya, Aikawa. Ia merasa bahwa dirinya yang sekarang bukanlah sosok yang ia inginkan. Nama besar Krauser lalu ia tanggalkan, ia menyatakan mengundurkan diri dari DMC dan menghilang. Negishi pulang ke kampung halamannya. Di desanya, ternyata ibunya yang ia temui usai bertani mengenakan kaos bergambar DMC. Negishi lebih terkejut lagi melihat adiknya Toshi yang berambut gondrong, tidak ingin sekolah, memaki ibunya sendiri dan tidak mau lagi membantu ibunya. Negishi sedih karena ternyata musiknya bukan menciptakan impian. Di bawah bulan purnama, Negishi lalu menampakkan diri di hadapan Toshi. Sebagai idola yang mampu mempengaruhi pikiran penggemarnya, Krauser mengajarkan Toshi agar rajin sekolah lagi dan berbakti kepada orang tuanya. Krauser juga menyatakan bahwa dirinya saat di universitas adalah seorang mahasiswa yang baik. Good learner katanya. Toshi pun menuruti perkataan Krauser yang tak lain adalah kakaknya sendiri.
Kekuatan selalu berpasangan dengan kekurangan. Ya, tak ada yang sempurna, termasuk film ini. Beberapa hal yang mengganjal saya dalam menikmati karya ini adalah:
1. Saat memata-matai Aikawa di taman bermain, keberadaan Negishi diketahui Saji, adik kelasnya yang sudah mapan bermain musik pop. Ia dikejar hingga masuk ke toilet. Saji menunggu hingga Negishi keluar, tapi yang keluar malah Krauser. Setelah itu mereka terlibat dalam sebuah pembicaraan penggemar-idola. Tentu saja Krauser yang bahkan pesonanya sudah sampai ke negeri Paman Sam itu yang jadi idolanya. Masalahnya adalah, sejak menjadi mata-mata untuk mengamati (akhirnya mengacaukan) kencan Aikawa, Negishi tidak membawa tas. Masa kostum sudah tersedia di toilet, rasanya tidak mungkin. Potongan skena tadi akan lebih impresif lagi jika sejak awal mengintai Aikawa, Negishi membawa tas yang penonton asumsikan berisi kostum. Soal Krauser (Negishi) yang tidak lagi membawa tas, penonton bisa berasumsi bahwa tasnya ditinggalkan di toilet. Kelogisan sebuah cerita kadang bisa jadi boomerang tersendiri. Saya jadi ingat potongan kisah di film Jakarta Maghrib karya Salman Aristo. Cerita yang paling saya gandrungi adalah Menunggu Aki yang menceritakan suasana sore sebuah komplek perumahan di Jakarta. Sebuah ulasan di Tempo menyatakan bahwa hal itu tidak logis, “di Jakarta mana ada kumpulan orang profesional yang sudah bisa bercengkrama dengan tetangga di sore hari,” begitu kira-kira komentarnya mengaitkan kondisi Jakarta yang tidak mudah mengizinkan seorang profesional lolos dari jeratan macet.
2. Ketidaklogisan kedua adalah adegan Krauser yang memotong rumput dengan kecepatan seperti Gundala Putra Petir, lagu rumput yang beterbangan itu ditiup hamburkan ke muka Toshi. Sejak kapan Krauser punya kekuatan super? Bukankah dia hanya seorang gitaris band metal?
3. Saat diberi pencerahan oleh Aikawa, Krauser menyelamatkan gadis pujaannya dari jatuhan patung Power Ranger yang roboh karena angin, lalu Aikawa berbaring di bawah Krauser. Gila ya, sinetron banget. Di sinetron-sinetron biasanya selalu ada adegan pemeran wanita menyeberang jalan di malam hari, efek hujan tentu ditambahkan agar lebih dramatis. Tak lama layar berganti menjadi tampilan close up pemeran pria seraya meneriakan awas kepada lawan mainnya yang menyeberang jalan. Ckiiiit, tiba-tiba ada mobil melintas. Si pria berlari, memeluk wanita, lalu keduanya berbaring diatas aspal, dengan posisi pria menatap mata si gadis sembari diiringi lagu band yang sedang laris. Sudahlah, jangan bahas lagi sinetron.
Terakhir, saya ingin menyampaikan beberapa poin penting yang bisa jadi pelajaran buat kita. Mereka adalah:
1. Music is about giving dreams to the people all around the world, no music no dream (Negishi Souichi). Dream yang dimaksud bisa berupa harapan untuk menjaga lingkungan, harapan agar pendengarnya menjadi tabah, harapan agar pendengarnya menjadi kritis, dll.
2. Setelah kembali semangat mengejar mimpinya, Negishi kembali ke Tokyo dengan kereta. Negishi terburu-buru karena ia ditunggu rekan sebandnya untuk sebuah pertunjukan. Saat hendak memasuki kereta, ia tetap rela mengantri di barisan belakang. Di Indonesia? Budaya antri masih asing. Padahal banyak hal yang kita pelajari dari mengantri: toleransi, keteraturan, efektifitas, keamanan, dll.
3. Saat Negishi pulang ke kampungnya, ibunya dibentak oleh adiknya dan beliau tidak marah. Sejak awal film, sang ibu selalu diceritakan sebagai sosok yang ramah, murah senyum. Saat Negishi dianiaya manajernya, voiceover email yang dilantunkan dari ibu Negishi sarat dengan wejangan dan harapan agar anaknya sukses. Ibunya sebenarnya tahu bahwa Negishi adalah Krauser. Sang ibunda lalu mengajak anaknya ke kuil. Disana Negishi diyakinkan untuk terus berjuang menggapai mimpinya. Negishi lalu melihat catatan doa yang dibuat ibunya di kuil itu. ibunya berdoa untuk kesuksesan anaknya. Topik ini sangat mengena buat saya. Ibu (dan ayah tentunya) selalu rutin menunjukkan kasih sayangnya, tapi saya mengakui masih kurang menunjukan hal serupa. Bagaimana dengan Anda?