Lima kepala keluarga dari daerah Suryowijayan Yogyakarta harus mengungsi ke pelataran DPRD Yogyakarta. Rumah yang semula mereka tempati kini rata dengan tanah. Pihak Keraton Yogyakarta memberi izin kepada seorang pengusaha untuk mengalihfungsikan rumah lima keluarga tadi. Padahal kelima keluarga itu sudah sejak tahun 70an menempati tanah Magersari, tanah keraton yang memang dipersilakan untuk digunakan tempat tinggal abdi dalem keraton atau masyarakat dengan ekonomi lemah.
Salah satu warga yang harus meniggalkan rumahnya adalah Mbah Manto. Pria kelahiran 1935 ini tak bisa menghabiskan masa tuanya di rumah yang ia tinggali sejak lama. Pihak Keraton tidak memberikan surat kekancingan bagi keluarganya. Tanpa surat itu, Mbah Manto tidak punya kekuatan hukum untuk menggunakan tanah Magersari. Mbah Manto kini juga harus berjuang melawan hernia yang dideritanya. Kisah lebih lengkap tentang Mbah Manto bisa dibaca disini.
Heru Marjono, salah satu warga yang harus mengalah meninggalkan rumahnya, memeperlihatkan spanduk berisi tuntutan agar tanah Magersari yang semula ia tempati, dapat digunakan kembali. Kasus sengketa tanah Magersari ini bermula dari terbitnya surat kekancingan untuk seorang pengusaha sehingga ia bisa menggunakan tanah Magersari yang semula ditempati lima keluarga disana. Keganjilan muncul karena surat kekancingan dengan cepatnya dihadiahkan bagi sang pengusaha. Sementara lima keluarga yang tinggal disana sejak puluhan tahun lalu, hingga kini tidak mendapat surat itu sebagai tanda legalitas hukum. Keganjilan lain yang diceritakan Heru adalah alur pengesahan surat kekancingan yang biasanya bersifat bottom up. Kali ini justru kekancingan ditandatangani pihak keraton, baru kemudian otoritas RW-RT yang mengesahkan. Keanehan surat kekancingan itu diceritakan lengkap disini.
Setelah dijanjikan akan bertemu pihak keraton, lima keluarga ini merencanakan melanjutkan aksi ke Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar