Rabu, 25 September 2013

Kisah Jurnalis Dalam Jurnalis Berkisah


Saya sempat menyesal saat pertama beli buku ini, meskipun harga yang harus saya bayar lebih murah. Jurnalis Berkisah saya temui di sebuah bazaar buku. Bersama dua buku lainnya, ia jadi buku pertama yang saya sikat. Penyesalan saya terbit dari daftar pustaka yang banyak berupa alamat situs internet. Saya pikir, kalau buku ini cuma mindahin data dari internet, mending saya browsing sendiri. Ternyata, setelah saya lahap kata demi kata, makna demi makna. Sadarlah saya bahwa ini memang buku yang saya butuhkan. Ini buku yang sangat tepat dibaca wartawan, atau orang yang tertarik dengan apa dan bagaimana profesi itu dijalani.


Dalam sesi prolognya, Yus Ariyanto sang penulis, memperkenalkan buku ini sebagai ikhtiar menghidupkan kembali buku Jagat Wartawan Indonesia. Jagat Wartawan Indonesia ditulis Soebagijo I. N., seorang wartawan yang pensiun sebagai Kepala Perpustakaan dan Dokumentasi LKBN Antara. Buku yang ditulisnya tahun 1981 itu berisi kisah tentang "leluhur" kaum wartawan Indonesia. Ada 111 wartawan yang biografinya ia tuliskan. Sadar akan absennya buku serupa di era kini, Yus Ariyanto yang berkarya sebagai wartawan di liputan6.com SCTV, menghimpun sepuluh kisah wartawan dalam buku yang kemudian ia juduli Jurnalis Berkisah. Dalam buku ini ia memilah sepuluh jurnalis yang setidaknya telah berkiprah selama sepuluh di dunia jurnalistik. Mereka dikenal dengan kisah, gaya, dan ciri khas tersendiri yang inspiratif.

Deretan sepuluh wartawan yang dikenalkan Yus berawal dari Najwa Shihab, wartawan peraih gelar Young Global Leader. Wartawan infotainment idealis Telni Rusmitantri kemudian menyusul dikisahkan. Tahukah kamu bahwa seorang wartawan pernah terlibat langsung dalam sebuah kasus pengemplangan pajak? Bukan, perannya bukan sebagai seorang antagonis. Ia pernah mengamankan saksi kunci kasus ini, demi tuntasnya penyelesaian kasus. Kisah lengkap jurnalis bernama Metta Dharmasaputra itu juga ada di Jurnalis Berkisah.

Seorang jurnalis dengan tulisannya yang ditumpangi ruh pembelaan kaum marjinal juga dikisahkan. Namanya Maria Hartiningsih. Selain itu, kisah Tosca Santoso sang perintis media komunikasi di daerah pelosok juga dituturkan. Cerita soal Tosca saat mendirikan stasiun Kantor Berita Radio (KBR) 68H, juga diselipkan di buku ini. Di Kalimantan, ada seorang wartawan yang bertindak bak ronin, samurai tanpa tuan. Wartawan bernama Muhlis Suhaeri ini menulis sebagai seorang freelancer. Meski ditumpangi berbagai keterbatasan saat peliputan, karya jurnalistiknya mampu menyabet beberapa gelar bergengsi.

Racikan berbahan kecerdikan beradaptasi di situasi sulit, pengetahuan luas, manajemen waktu peliputan tepat yang dipadu keberuntungan, membuat seorang Mauluddin Anwar tuntas dengan tugasnya di daerah konflik. Bahkan, berita eksklusif sukses ia setorkan. Kisahnya kemudian tersaji dalam 12 halaman. Erwin Arnada berjuang demi kebebasan pers, namun kemudian ia menemui batu sandungan hingga pria asal Bali ini sempat mampir di penjara. Ia pun memaparkan kisahnya ke Yus Arianto. Ada seorang wartawan yang karya jurnalistiknya sempat menjadi nominasi Festival Film Indonesia untuk kategori film dokumenter. Wartawan yang satu ini memang jago memproduksi karya dokumenter. Namanya Ramdan Malik. Linda Christanty kemudian menutup deretan kisah jurnalis Indonesia di buku ini. Keturunan ke-8 panglima perang Kerajaan Banten Syekh Yusuf Al-Makassari ini dikenal sebagai wartawan yang juga tak pelit ilmu. Ia mengajar di Aceh dan memicu degup kehidupan jurnalistik di Serambi Mekah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar