Akhirnya kesampean juga pergi ke Situ Gunung. Sejak lama saya pengen ke sana, pengen tau seindah apa tempatnya. Sabtu lalu, setelah memaksakan diri pergi sendirian, nyampe juga ke danau di ketinggian sekitar 1050 mdpl itu. Di Situ Gunung pas kebetulan teman-teman anggota Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB lagi ada kegiatan. Sehari sebelumnya saya kabar Bagus, anggota UKF yang ada disana. Berikut ini cerita lengkapnya:
Sabtu, 12 April 2014:
13.30-16.00
Perjalanan dari Tebet Jakarta ke Stasiun Bogor. Saya sempat nyasar, malah jalan ke arah Jakarta lagi. Untung tanya sopir angkot. Katanya harus balik lagi, salah arah. Males juga pas denger salah jurusan, udah cukup jauh lagi. Haha. Tapi ya ga apa-apa, demi Situ Gunung.
16.00-17.00
Mampir dulu ke rumah pacar. Hehe. Dia ga nyangka perjalanan ke Situ Gunung bakal seekstrim itu. Kalo siang sih biasa aja kali ya. Ini jalan malam, sendirian, belum pernah kesana sebelumnya, belum tau mau naik apa aja.
17.00-17.30
Bogor darurat pelayanan publik. Gila, dari Tajur ke Stasiun Bogor setengah jam. Itu pun sebenarnya 15 menit doang buat nyampe pertigaan Jalan Kapten Muslihat, setelah lampu merah. Dari situ udah stuck. Untung pake motor jadi bisa selap-selip. Setelah berhasil memutar dan parkir di Stasiun Bogor, saya nyeberang lewat jembatan penyeberangan yang jarang dipake. Orang-orang dari dan menuju stasiun biasanya nyeberang ya lewat jalan aja gitu. Ya jelas lah macet, ditambah angkot yang seenaknya parkir di jalan. Kerjaan wali kota Bogor yang baru gede, selain jalan berlubang yang tersebar di jalanan rame Bogor. Balik lagi ke soal jembatan penyeberangan. Jadi kalau kamu nyeberang lewat sana, tangga naik dan turunnya dipenuhi bocah belasan tahun lagi nongkrong, ngerokok, ngobrol. Pas di atas, ada yang pacaran, ada yang ngumpul bersila membentuk lingkaran, dan semua anak seusia SMP-SMA. Lalu setelah turun di sisi jalan lain, kamu bakal langsung masuk ke dapur kios pecel lele. Fiuh, makin ga kepake aja jembatan itu.
17.30-18.00
Setelah parkirin motor, saya buru-buru ke loket tiket. Ternyata kata petugasnya, tiket kereta ke Sukabumi belinya di Stasiun Paledang, tepat di seberang Stasiun Bogor. Saya jalan cepat ke sana. Seingat saya, kereta terakhir jam 17.30, makanya buru-buru nyeberang dan menemukan kekacauan diatas. Setibanya di Stasiun Paledang, tiket ke Sukabumi habis. Ga lama kemudian petugas ralat bahwa ada satu sisa tiket kelas eksekutif. Langsung saya sikat, meskipun harganya 50.000. Di sebelah Stasiun Paledang, ada tempat penitipan motor 24 jam. Harganya 8.000 semalam. Pada setengah jam inilah saya memindahkan motor dari Stasiun Bogor. Setengah jam parkir di stasiun itu, biaya sewanya 6.000. Men, di mall-mall Jakarta aja 2.000 per jam. Bogor, Bogor.
18.00-20.30
Sebenarnya kereta berangkat 18.30. Tapi setengah jam sebelumnya sudah stand by. Gerbong kelas eksekutif cukup nyaman. Ada TV, colokan listrik, tempat kaki juga luas dan sandaran kursi bisa agak direbahkan. Ongkos mahal tadi senilai lah dengan dua jam perjalanan ke Cisaat Sukabumi.
20.30-21.00
Makan malam di sebuah rumah makan ayam goreng. Setelah makan, saya basa-basi dengan bahasa sunda. Ternyata si teteh-nya baik. Dia mencarikan saya ojek karena ternyata ke Situ Gunung dari sana masih jauh banget, 14 kilometer-an lagi. Tetehnya bilang ke tukang ojek bahwa saya saudaranya, jadi bebas katanya mau bayar berapa.
21.00-21.30
Ternyata memang jauh, dan menanjak. Jalannya jelek lagi. Akang tukang ojek mengantar saya samapai gerbang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Ternyata dari sana saya harus jalan kaki lagi ke danau. Sendirian, malam-malam, gelap. Untung bawa head lamp. Akang tukang ojek ternyata berbaik hati memastikan saya jalan ke tempat tujuan. Mumpung beliau masih ada, saya minta tolong diantar agak ke dalam dengan ojeknya. Saya kasih ongkos 30.000. Di gerbang TNGGP kedua, saya diturunkan. Jalannya curam katanya, motor ga bakal kuat. Ya sudah, dari situ saya benar-benar jalan sendirian di tengah hutan. Haha. Serem sih, makanya di beberapa jalur, saya pilih joging aja, pengen buru-buru nyampe.
21.30-22.00
Setelah tanya pendaki sana-sini, ketemulah wisma tamu yang ditempati anak-anak UKF. Pas kesana, mereka udah tidur. Saya juga ga yakin itu orang UKF, soalnya ga ada Bagus. Saya bangunin salah satu diantara mereka, ga bangun juga. Ada yang kebangun, tapi dia malah ngumpet ke dalam sleeping bag-nya. Mungkin dia kira saya hantu. Hahaha. Akhirnya setelah dijelaskan, mereka mempersilahkan saya istirahat di sana, meskipun ga kenal saya karena mereka angkatan baru. Setengah jam kemudian Bagus datang setelah melakukan pengamatan hewan malam. Dia kaget saya benar-benar datang ke Situ Gunung. Setelah ngobrol sana-sini, kami istirahat dalam wisma seharga 450.000 semalam berkapasitas 10 orang itu.
Minggu, 13 April 2014:
Perjalanan dari Tebet Jakarta ke Stasiun Bogor. Saya sempat nyasar, malah jalan ke arah Jakarta lagi. Untung tanya sopir angkot. Katanya harus balik lagi, salah arah. Males juga pas denger salah jurusan, udah cukup jauh lagi. Haha. Tapi ya ga apa-apa, demi Situ Gunung.
16.00-17.00
Mampir dulu ke rumah pacar. Hehe. Dia ga nyangka perjalanan ke Situ Gunung bakal seekstrim itu. Kalo siang sih biasa aja kali ya. Ini jalan malam, sendirian, belum pernah kesana sebelumnya, belum tau mau naik apa aja.
17.00-17.30
Bogor darurat pelayanan publik. Gila, dari Tajur ke Stasiun Bogor setengah jam. Itu pun sebenarnya 15 menit doang buat nyampe pertigaan Jalan Kapten Muslihat, setelah lampu merah. Dari situ udah stuck. Untung pake motor jadi bisa selap-selip. Setelah berhasil memutar dan parkir di Stasiun Bogor, saya nyeberang lewat jembatan penyeberangan yang jarang dipake. Orang-orang dari dan menuju stasiun biasanya nyeberang ya lewat jalan aja gitu. Ya jelas lah macet, ditambah angkot yang seenaknya parkir di jalan. Kerjaan wali kota Bogor yang baru gede, selain jalan berlubang yang tersebar di jalanan rame Bogor. Balik lagi ke soal jembatan penyeberangan. Jadi kalau kamu nyeberang lewat sana, tangga naik dan turunnya dipenuhi bocah belasan tahun lagi nongkrong, ngerokok, ngobrol. Pas di atas, ada yang pacaran, ada yang ngumpul bersila membentuk lingkaran, dan semua anak seusia SMP-SMA. Lalu setelah turun di sisi jalan lain, kamu bakal langsung masuk ke dapur kios pecel lele. Fiuh, makin ga kepake aja jembatan itu.
17.30-18.00
Setelah parkirin motor, saya buru-buru ke loket tiket. Ternyata kata petugasnya, tiket kereta ke Sukabumi belinya di Stasiun Paledang, tepat di seberang Stasiun Bogor. Saya jalan cepat ke sana. Seingat saya, kereta terakhir jam 17.30, makanya buru-buru nyeberang dan menemukan kekacauan diatas. Setibanya di Stasiun Paledang, tiket ke Sukabumi habis. Ga lama kemudian petugas ralat bahwa ada satu sisa tiket kelas eksekutif. Langsung saya sikat, meskipun harganya 50.000. Di sebelah Stasiun Paledang, ada tempat penitipan motor 24 jam. Harganya 8.000 semalam. Pada setengah jam inilah saya memindahkan motor dari Stasiun Bogor. Setengah jam parkir di stasiun itu, biaya sewanya 6.000. Men, di mall-mall Jakarta aja 2.000 per jam. Bogor, Bogor.
18.00-20.30
Sebenarnya kereta berangkat 18.30. Tapi setengah jam sebelumnya sudah stand by. Gerbong kelas eksekutif cukup nyaman. Ada TV, colokan listrik, tempat kaki juga luas dan sandaran kursi bisa agak direbahkan. Ongkos mahal tadi senilai lah dengan dua jam perjalanan ke Cisaat Sukabumi.
20.30-21.00
Makan malam di sebuah rumah makan ayam goreng. Setelah makan, saya basa-basi dengan bahasa sunda. Ternyata si teteh-nya baik. Dia mencarikan saya ojek karena ternyata ke Situ Gunung dari sana masih jauh banget, 14 kilometer-an lagi. Tetehnya bilang ke tukang ojek bahwa saya saudaranya, jadi bebas katanya mau bayar berapa.
21.00-21.30
Ternyata memang jauh, dan menanjak. Jalannya jelek lagi. Akang tukang ojek mengantar saya samapai gerbang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Ternyata dari sana saya harus jalan kaki lagi ke danau. Sendirian, malam-malam, gelap. Untung bawa head lamp. Akang tukang ojek ternyata berbaik hati memastikan saya jalan ke tempat tujuan. Mumpung beliau masih ada, saya minta tolong diantar agak ke dalam dengan ojeknya. Saya kasih ongkos 30.000. Di gerbang TNGGP kedua, saya diturunkan. Jalannya curam katanya, motor ga bakal kuat. Ya sudah, dari situ saya benar-benar jalan sendirian di tengah hutan. Haha. Serem sih, makanya di beberapa jalur, saya pilih joging aja, pengen buru-buru nyampe.
21.30-22.00
Setelah tanya pendaki sana-sini, ketemulah wisma tamu yang ditempati anak-anak UKF. Pas kesana, mereka udah tidur. Saya juga ga yakin itu orang UKF, soalnya ga ada Bagus. Saya bangunin salah satu diantara mereka, ga bangun juga. Ada yang kebangun, tapi dia malah ngumpet ke dalam sleeping bag-nya. Mungkin dia kira saya hantu. Hahaha. Akhirnya setelah dijelaskan, mereka mempersilahkan saya istirahat di sana, meskipun ga kenal saya karena mereka angkatan baru. Setengah jam kemudian Bagus datang setelah melakukan pengamatan hewan malam. Dia kaget saya benar-benar datang ke Situ Gunung. Setelah ngobrol sana-sini, kami istirahat dalam wisma seharga 450.000 semalam berkapasitas 10 orang itu.
Minggu, 13 April 2014:
06.00-09.00
Ternyata Situ Gunung gak seperti yang saya bayangkan. Ternyata pendaki bukan berkemah di pinggir danau. Camping ground ada tempatnya sendiri, tempatnya sebelum danau. Yang ada di sekitar danau, penginapan mewah. Tau gitu saya bawa charger kamera. Haha. Tiga jam pagi itu saya habiskan berjalan-jalan sekitar danau. Bagus menyayangkan rencana saya yang harus balik lagi ke Jakarta pagi itu. Padahal dia dan timnya mau pengamatan lagi, tadinya saya mau diajak. Memang ga cukup banget sih menjelajahi Situ Gunung dengan waktu segitu singkat. Saya bahkan ga sempat main ke tengah danau, mengunjungi air terjun, mengamati flora-fauna khas sana lebih lama. Tapi lumayan sempat nyoba permainan high rope.
09.00-09.30
Saat ini saya sarapan dan jalan pulang. Di perjalanan pulang, mampir ke permainan high rope. Set permainan ini ada diantara pohon damar yang tingginya puluhan meter. Sangat menyenangkan dan menegangkan. Arena ini cuma ada hari sabtu dan minggu. Bayar 75.000 kalau mau nyoba. Mahal, tapi setimpal dengan keseruan yang bakal kamu alami.
09.30-10.00
Main high rope. Untuk baca cerita lengkapnya, klik tulisan ini. Setelah main high rope, saya jalan ke kantor pengelola, di gerbang Taman Nasional. Di perjalanan, saya menyaksikan sebuah pohon yang dipenuhi lutung. Ga dipenuhi sih, ada beberapa lutung disana, segerombol gitu lah. Sepertinya mereka berukuran besar, segede anak kecil. Tapi Ima dan Riris yang jalan bareng saya bilang itu ukuran normal. Segini kata Ima, sambil membuat jarak sekitar 50 cm antara kedua tangannya.
10.00-11.00
Untuk turun lagi ke Cisaat, saya memilih pakai angkot. Tentu saja karena lebih murah dibanding ojek yang you know lah harganya. Masalahnya, ga setiap saat angkot ada di gerbang taman nasional. Jadi harus nunggu. Saya ga sabar, akhirnya memilih nyicil turun jalan kaki. Di lapangan Desa Kadudampit, baru saya nemu angkot. Sampe pertigaan Cisaat harganya cuma 3.000. Kalau dari gerbang taman nasional ongkosnya 8.000. Abang angkotnya kocak lagi. Dia bilang kalau butuh jemputan dari atas, hubungi aja dia. Ini saya kasih nomornya biar kamu gampang turun: 085723371144. Oiya, di perjalanan turun ini kamu juga bisa mampir ke sebuah benteng peninggalan Belanda. Ada diantara sawah, benteng itu bagus buat jadi objek foto-foto. Ada menaranya juga.
11.00-14.00
Untuk kembali ke Bogor, setidaknya perlu waktu tiga jam, kalau jalan relatif lancar ya. Supir mobil yang saya tumpangi ketika itu cerita, kemarin dia sore dari Bogor, subuh baru nyampe Sukabumi, saking macetnya. Makanya siang itu dia dengan cerdik ambil jalur alternatif. Jadi ga lewati Ciawi Bogor, tapi tembus langsung ke kawasan Batu Tulis Bogor. Ongkos Sukabumi-Bogor 20.000.
Perjalanan saya ke Situ Gunung pun berakhir. Meskipun belum terjamah total, ya lumayan lah bisa kenalan dulu sama Situ Gunung. Semoga lain kali bisa kesana lagi lebih lama, mengunjungi tempat lain yang lebih asik di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango itu.
Tampakan danau dari depan wisma |
Sebuah bekas dermaga, masih di depan wisma |
Panorama Situ Gunung yang fotografis |
Permukaan danau seperti cermin |
Saya dan Bagus mengelilingi danau. Di belakang sana tampak puncak Gunung Gede |
Kita juga bisa berperahu ke tengah danau. Biaya entah berapa. Saya lupa tanya. Hehe. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar