Beberapa pekan ini mahasiswa IPB sedang sibuk dengan penyelesaian proposal PKM. Hari Jumat lalu dekanat FEMA mengadakan bimbingan PKM untuk mahasiswanya yang mengajukan proposal. Saya tak lupa ambil bagian dalam bimbingan tersebut. Acara yang dimulai setelah solat Maghrib itu dimulai dengan pengarahan dari Ibu Megawati Simanjuntak. Setelah dosen yang aktif di direktorat kemahasiswaan itu menyampaikan kriteria umum proposal, peserta dibagi dalam beberapa kelompok menurut jenis PKM yang diajukan. Saya mengajukan PKM pengabdian masyarakat, dan PKM jenis itu ternyata dipilih banyak mahasiswa. Dari 12 proposal yang akan dievaluasi, proposal saya mendapat giliran paling akhir. Saat itu kira-kira pukul 21.30, Pak Hardinsyah, Ibu Titik Sumarti dan Ibu Diah Krisnatuti menjadi evaluatornya.
Proposal yang saya ajukan berisi program yang intinya ingin menjalankan misi mulia pembersihan citra negatif musik rock yang lekat dengan rokok dimata siswa SMA. Presentasi yang saya sajikan berlalu tanpa banyak tanggapan dari para petinggi FEMA itu. Di akhir pemaparan, Bu Titik menanyakan apakah saya memang menyukai musik rock atau hanya menjadikan musik itu sebagai objek kajian. Dengan penuh keyakinan saya nyatakan bahwa saya cinta musik rock. Ruang dekan tiba-tiba sunyi setelah jawaban itu saya lontarkan. Tiga detik kemudian Bu Titik kembali angkat bicara, pertanyaan berikutnya adalah apakah saya anggota MAX!!, lalu saya mengiyakan jawaban beliau. Bu Titik kemudian bertanya apakah saya mengenal Syifa, putri Ibu Dwi Hastuti, sekretaris departemen IKK. Tentu saja saya mengenal gadis itu, dia memang dikenal sebagai biduan handal. Setelah tanya-jawab itu, Bu Titik kemudian menawarkan saya untuk mengisi sesi hiburan di acara penutupan Dies Natalis FEMA, rabu pekan ini, dengan syarat bahwa lagu yang saya bawakan adalah slow rock dan saya dianjurkan untuk mengajak Syifa turut serta. Saya iyakan tawaran beliau, lalu kegiatan evaluasi itu berakhir dengan kesan baru tentang saya di benak Bu Titik dan kawan-kawan. Rheza Ardiansyah adalah seorang rocker.
Biasanya saya tampil atas nama Finding Nadia, band yang saya huni sejak TPB. Namun pada kesempatan ini, saya mengajak rekan-rekan sekelompok PKM untuk berkolaborasi. Namun sayang, Van harus mengikuti ujian di hari Rabu itu, sedangkan Osmond terkena demam. Akhirnya yang akan maju ke pentas Dies FEMA hanya saya, Aria dan Maul. Saya teringat saran Bu Titik untuk mengajak Syifa mengisi acara itu, namun mengingat jadwal Syifa yang begitu padat dan minimnya jadwal latihan, akhirnya Syifa tidak kami ajak. Sehari sebelum pentas, kami berlatih di rumah Maul. Namun sayang, belum satu pun lagu kami nyanyikan, listrik di daerah itu padam, akhirnya kami mempersiapkan 4 lagu dengan gitar akustik dalam temaram. Setelah latihan malam itu, kami berbincang sambil makan malam tentang berbagai hal, diantaranya tentang pengalaman saya di Agri FM dan kisah-kisah misterius di asrama TPB yang Insya Allah postingnya akan segera saya publish.
Akhirnya Rabu itu tiba juga, kami tampil dengan kostum kemeja biru yang sebelumnya tak kami rencanakan akan menjadi sewarna. Sebelum tampil, MC menanyakan nama band kami. Karena saya biasa bermain di Finding Nadia, sedangkan Maul dan Aria adalah personel Asphoria, maka nama band kami hari itu adalah Finding Asphoria. Sebelum acara dimulai, kami didaulat untuk mengisi kekosongan panggung, akhirnya Only One milik Yellowcard berhasil kami luncurkan. Di sesi berikutnya, kami menyanyikan lagu Blink 182, I Miss You dan lagu gubahan Asphoria, Brilliant Color of The Night. Saat MC membacakan judul lagu pertama di sesi itu, I Miss You, seorang dosen tiba-tiba berteriak, “I LOVE YOU FULL!”, tawa pun berderai di tengah audiens yang memang didominasi kalangan pengajar di FEMA. Akhirnya I Miss You berakhir, saya memperkenalkan lagu kedua bertajuk Brilliant Color of The Night, lalu seorang dosen kembali berkomentar, “KOLOR IJO?”, sekali lagi, tawa canda kembali terlepas. Usai penampilan sesi pertama, kami dipersilahkan menikmati jamuan makan siang, kemudian menunggu hingga sesi berikutnya kami isi. Saat beranjak menuju sajian makan siang, Bu Diah menyampaikan keluhan audiens bahwa kami terlalu banyak menyanyikan lagu asing. Beruntung satu lagu berbahasa Indonesia telah kami siapkan. Selama proses penantian, saya bertemu dengan Ibu Tuti, ibunda Syifa. Beliau menanyakan lagu berikutnya yang akan kami bawakan. Lalu saya katakan bahwa kami akan menyanyikan lagu Andre Hehanusa. Ibu Tuti lalu menerka, apakah lagu itu berjudul “Bali”. Saya katakan bukan, kami akan menyanyikan “Karena Kutahu Engkau Begitu (KKEB)”. Awalnya saya pikir tak akan ada dosen yang tahu lagu yang kami nyanyikan, tapi ternyata Bu Tuti cukup tahu soal Andre Hehanusa. Kejutan berikutnya juga saya temukan saat KKEB dilantunkan. Saya tak hafal dengan lirik lagu itu, namun Ibu Fia yang ikut menyanyi di bangku penonton cukup membantu karena saya tahu kata apa yang harus dinyanyikan setelah membaca gerakan bibir beliau yang ikut bernyanyi. Penampilan kami hari itu berakhir dengan alunan Heal The World yang tidak saya nyanyikan dengan lirik yang benar. Selain masalah dalam lirik, pengambilan nada awal saat mulai bernyanyi adalah kekurangan lain penampilan saya bersama Finding Asphoria siang itu. Namun saya bersyukur atas hari itu, karena menurut Sid Vicious, bassis senior anak punk itu, untuk bermusik, hal utama yang harus kita miliki adalah sesuatu untuk disampaikan, skill itu nomor sekian.
Finding Asphoria rules!! haha
BalasHapus