Lazimnya, sebuah konser digelar akhir pekan. Selain memungkinkan dihadiri lebih banyak orang, malam hari weekend juga dirasa lebih nyaman diisi dengan aktivitas hiburan. Entah apa yang melatarbelakangi pemilihan hari untuk pelaksanaan konser ini, namun malam jumat itu rasanya tak terasa beda dengan akhir pekan dalam hal jumlah audiens hingga animo penonton. Konser tunggal Koil seakan menjadi alat uji kesetiaan Killer untuk mengapresiasi musisi acuan mereka. Bertempat di gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), konser tunggal grup musik rock asal kota kembang itu sukses digelar. Acara dimulai sekitar pukul 19.45, meleset kurang lebih 45 menit dari jadwal yang dipublikasikan. Otong vokalis Koil melalui akun twitternya @midiahn pernah mengajukan semacam retorika, “siapa sebenarnya yang menyatakan bahwa ini adalah konser tunggal?”. Pernyataan itu tervisualisasi dengan penampilan vokalis 70’s Orgasm Club di awal acara. Ia tampil solo menyanyikan beberapa lagu yang diiringi gitar akustik yang dimainkannya sendiri. Usai hidangan pembuka itu, barulah kuartet rocker itu memulai goresan sejarah. Rangkaian lagu mereka lantunkan, tentu dengan kejutan lagu lama yang jarang dibawakan di atas panggung. Kejutan lainnya adalah hadirnya Risa Saraswati sebagai backing vocal di beberapa lagu. Penyanyi yang juga berkarya di proyek solonya yang bernama Sarasvati itu ternyata berulang tahun di malam itu. Tampil di konser tunggal Koil pasti menjadi hadiah dengan kesan tersendiri bagi eks-vokalis Homogenic itu.
Bukan Koil namanya jika tidak berbagi rezeki. Di kesempatan berbahagia itu, mereka membagi 2 sepatu boots kepada dua orang Killer yang beruntung tiket pre-sale-nya terpilih Leon dari toples undian. Angkuy, salah satu personel duo Bottlesmoker bahkan menilai Visual: A+ | Lighting: A+ | Audio: A | Crowd: A | Concept: Ultra A double + | Perform: A+. Agar meriahnya konser itu tergambar jelas, nanti kita tengok visualisasinya melalui foto-foto yang saya ambil dari shaf terdepan. Di akhir acara, Adam Vladvamp berhasil saya ajak diskusi. Berikut ulasan pembicaraan saya dengan bassis Koil yang juga bermusik di Kubik itu.
Sejak kapan persiapan konser ini dimulai?
Tanda OK-nya ga lama, paling ada waktu sebulan. Sebulan lebih lah.
Apa rencana KOIL setelah konser tunggal ini?
Album baru paling
Taun ini?
Taun ini, April kali ya
Gratis lagi? [tertawa]
Semoga, lebih seneng gratisin soalnya. Jaman sekarang [enaknya] gratisin aja lah. Yang penting konser pada dateng. Itu aja buat kita sih.
Apa tips buat teman-teman yang baru ngeband?
Jangan nyerah, nekat aja. Mainin lagu yang lu suka. Konsisten lah. Saya salut sama orang-orang yang konsisten. Kayak Edane, Gue seneng Edane, padahal musiknya gue ga terlalu suka, tapi karena kekonsistenan mereka, jadi gue salut sama orang-orang yang konsisten.
Ada pesan untuk pecinta musik di IPB?
Undanglah KOIL main di IPB [tertawa]
Ada satu lagi cerita menarik yang saya alami. Beberapa hari sebelum konser dimulai, ada pengumuman bahwa pihak media yang ingin meliput acara konser itu, dipersilahkan mengirim email ke panitia. Menghadiri konser atas nama media tentunya menyimpan pesona tersendiri. Selain akses masuk melalui freepas, wartawan juga biasanya memiliki area spesial untuk kepentingan peliputan. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengirim email, bersaksi bahwa saya adalah reporter sekaligus fotografer Koran Kampus IPB yang ingin meliput jalannya acara. Di akhir surat itu, saya nyatakan bahwa tiket telah saya miliki. Kalimat terakhir itulah yang kemudian menjadi sumber penyesalan saya. Panitia membalas email yang saya kirim dan menyatakan bahwa jika memang sudah punya tiket, silahkan masuk saja dengan fasilitas tiket itu. Wartawan tidak memiliki tempat khusus untuk meliput, sehingga disatukan dengan audiens yang lain. Andai saja saya tidak menyertakan kalimat terakhir itu, mungkin email balasan itu berbunyi "silahkan datang lebih awal untuk menerima kartu pers", sehingga dengan begitu, saya punya oleh-oleh tambahan berupa setidaknya kartu pers konser tunggal itu. Gagal meraih kartu pers, saya pun tak lantas menyerah. Barisan pertama sisi kiri panggung saya tempati agar akses untuk merekam adegan melalui kamera bisa saya maksimalkan. Beberapa saat setelah konser dimulai, seorang reporter dari gigsplay.com memohon izin agar kami bisa bertukar posisi secara bergantian, saya pun mengiyakan, bahkan saya sediakan tempat di samping kanan untuk dia. Sang reporter tak lama kemudian mendapat panggilan telepon dan meninggalkan area di samping saya setelah berpesan agar saya menjaga area itu untuk dia setelah kembali nanti. Nyatanya si reporter tak kunjung kembali, saya bersikeras mempertahankan posisi itu demi amanat yang ia pikulkan, bahkan saya hampir terlibat konflik dengan penonton militan yang ingin mengambil alih tempat itu. Ternyata, si reporter sudah tiba di seberang pagar, tepat di bibir panggung bersama reporter dari media lain. Saya cek ponsel, ternyata tak ada panggilan dari nomor asing yang saya harap panggilan dari panitia yang berbaik hati ingin memberi kartu pers ke wartawan yang mendaftar melalui email. Saya akhirnya harus puas dengan posisi akhir di barisan penonton, tidak bersama rekan wartawan yang begitu leluasa merekam aksi dari berbagai sudut panggung. Meski demikian, saya cukup puas dengan apa yang saya alami malam itu. Sudahlah, mari simak kronologi petualangan saya di konser indah itu.
Ibrahim... Imo ke mana?
BalasHapusibrahim nasution sejak 2009 sudah meninggalkan KOIL tanpa alasan jelas. informasinya bisa dilihat disini http://en.wikipedia.org/wiki/Koil_%28band%29
BalasHapusterima kasih sudah mampir dan memberi komentar :)
Salam Tenko, bro ;)
BalasHapusTak kirain gw doang anak IPB yang demen KOIL. Hahah.
Blog yg keren. Dua konten terbaru benar-benar berkualitas.
Keep up the good work!