Sabtu, 22 Oktober 2011

Tak Seberuntung Dulu

Hari minggu pagi itu beberapa mahasiswa tingkat pertama di IPB tidak menikmati hari libur. Mereka malah duduk manis di sebuah ruangan Fakultas Pertanian untuk mengikuti uji coba ujian matrikulasi Pengantar Matematika. Saya adalah salah satu dari mereka. Rentetan soal habis disikat, tinggal jeda menunggu pembahasan per butir pertanyaan. Jeda berhadiah itu diisi dengan permainan angka donat (entahlah apa nama permainan itu sebenarnya). Jadi tiap ada lubang di satu angka, itu artinya ada satu donat. Misal, 2 x 4 berapa? 8. Artinya ada 2 donat. 11 x 8 berapa? 88. Artinya ada 4 donat. Oke, semua sudah paham. mari kita mulai kompetisi. Rentetan angka puluh ratus dikalikan dengan angka beratus puluh pula. Berapa jumlah donatnya? Hampir tak ada jeda pasca pengajuan pertanyaan, seorang pria berkemeja biru mengangkat tangan, empat katanya. Seisi ruangan hening, semua mata tertuju ke pojok kiri belakang ruangan. Jawabannya benar. Atas jawaban itu, si pria diganjar sebuah kotak pensil yang disimpannya bahkan hingga 4 tahun kejadian itu berlalu. Semua tentu masih takjub dengan kecepatan menjawab mahasiswa yang baru seumur jagung itu. Rahasianya, dia tidak menghitung, dia hanya menebak, dan untungnya, jawabannya benar. Pria itu bernama Rheza Ardiansyah, saya sendiri.


***

Sekitar empat tahun berikutnya, saya mencoba metode yang pernah berhasil itu, di sebuah acara bernama Rolling Stone Music Biz on Campus. Malangnya, tebakannya terlalu imajiner. Haha. Coba tengok kronologi kejadian yang berhasil diabadikan Suci di bawah ini.

Mulai dari memperebutkan mikrofon 


Diberi kesempatan menjawab 

Salah jawab dan diusir dari panggung. Haha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar