Rangkaian acara pameran seni ARTE hadir lagi. Kali ini ia datang dengan tema re:generation. Ada empat interpretasi dari tema ini. Pertama, karya-karya yang ditampilkan mewakili kondisi generasinya saat ini. Kedua, ada juga yang memaparkan kemungkinan yang terjadi di masa depan dengan karyanya. Ketiga, sejumlah karya memperlihatkan adanya jarak antar generasi. Lalu yang terakhir, ada juga yang berupaya mengenang masa lalu. Dari 400 karya yang masuk, telah lolos seleksi 72 diantaranya. Mereka lahir dari 57 orang seniman. Berikut ini akan saya ceritakan beberapa karya yang bisa saya bahas.
Seorang komikus bernama Azer menampilkan karya melalui goresan tinta diatas kertas yang berisi kritikan tentang sejumlah hal. Misalnya, tentang media sosial yang justru membuat seseorang antisosial. Ada juga tentang nostalgia super hero masa kecil yang dikaitkan dengan teknologi terkini. Azer juga menampilkan fenomena sosial yang tak hanya berkaitan dengan media sosial. Goresannya sederhana, minim warna, tapi sarat makna.
The Bomber's Heart. Demikian saya melihat karya The Popo Bertajuk D.O.A. Entah berarti doa entah maknanya dead or alive (you always be in my heart dad). Tahun lalu ayah Ryan "Popo" Riyadi berpulang. Sejumlah karya visual bernafas kenangan bersama ayah pernah ia produksi. Kali ini ia melakukannya lagi di ARTE. Ada lima adegan unik seorang ayah dan anak khas The Popo. Yang juga menyentil hati, di satu bagian Popo menuliskan kutipan kalimat ayahnya, "Tuhan memberikan surga-Nya lebih dulu di dunia kepada saya yaitu anak-anak saya".
Adalah seorang Bali bernama I Made Muliana Bayak, pelukis cum gitaris band Geekssmile. Serupa dengan yang selalu ia suarakan dalam lirik lagunya, Bayak kukuh melaju di tema kapitalisme. Dalam karyanya berjudul Raped Island ini, tampak peta pulau Bali yang ditandai kata SOLD di seluruh bagiannya.
Vokalis Seringai Arian13 juga menghadirkan karyanya. Satu diantaranya adalah cover dari album Taring. Arian tetap menampilkan tengkorak sebagai sidik jari karyanya, dan sindiran terhadap makna damai.
Seorang bernama Bunga Fatia menghadiahkan grafiti untuk ibunya yang berulang tahun. Dengan cat semprot diatas kayu tripleks, karya itu berhasil memudakan sosok ibu. Judul karyanya serupa dengan yang tertulis disana, Happy Birthday Mom.
Jatiwangi Art Factory hadir di ARTE. Pentolannya yang memajang karya adalah Arie Syarifuddin. Ia menampilkan sebuah performance art yang ditampilkan dalam bus di Singapura. Seorang pria masuk bisa dan meminta maaf di hadapan semua penumpang. Lalu dia menyalami semuanya satu persatu. Yang menolak ia minta "take my hand", sementara yang tetap menolak ia biarkan. Saya berharap orang-orang Singapura itu tak tahu kalau yang mohon maaf karena melanggar aturan itu orang Indonesia. Hehe.
Sebuah film lebih dari empat menit menampilkan perjalanan seorang siswa SMK yang berkenalan dengan seni. Penuturannya yang humoris membuat film ini menarik. Judul filmnya The Undifined Artist atau Seniman Bau Kencur. Pembuatnya Zulficzar Arie.
Karya satu ini menurut saya yang paling berkesan. Sebuah film 24 menit menampilkan dialog antara empat orang pendaki gunung di tendanya. Obrolan mereka direkam sekali tembakan kamera. Gaya mereka bertutur juga cair. Dari soal film, kebiasaan seksual pria, hingga kontemplasi keberadaan makhluk ekstra terestrial. Kejutan dari film ini ada di visualisasi bagian akhir. Sayangnya, film berjudul Pangeran Kesepian ini lalai memperhitungkan posisi tiduran para aktor yang aneh. Mereka berbaring diatas satu bantal dengan posisi membentuk tanda plus. Ukuran tenda yang terlihat di bagian akhir rasanya tidak memungkinkan untuk berbaring dengan pose demikian. Tapi toh kalau kita mau maklum, si ending mengejutkan tadi bisa jadi alasan. (Teks dan foto oleh Rheza Ardiansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar