Sabtu, 23 Mei 2015

Tentang Wayang Orang

Sabtu itu saya hamper gak bisa liputan. Sesampainya di gedung pertunjukan wayang orang, saya ditagih surat izin liputan. Saya memang belum siapkan itu sebelumnya, karena toh bisa langsung dikirim lewat fax. Ternyata pengelola gedung tak punya faksimili. Negosiasi lewat telepon pun berlanjut. Singkat cerita, saya tak mengalami kisah seorang wartawan yang sudah 3 hari liputan wayang orang bharata lalu diusir dan tidak diizinkan tayang karena syarat administrasi peliputannya belum rampung. Pengelola gedung mengizinkan pengambilan gambar, para personel Wayang Orang Bharata juga berkenan diwawancara. Saatnya beraksi. 

Pertunjukan wayang orang bharata dimulai jam 9 meskipun sejak jam 8 udah ada penari pembuka. Dulu di kuri penonton bagian depan banyak turis, tapi karena penonton lokal datangnya telat dan pementas nunggu mereka, pertunjukan molor. Si turis asing padahal nunggu sejak sore. Dari bangku penonton ini kita juga bisa menikmati wayang sambil makan. Penjual makanan di luar gedung bakal tanya: "duduk di bangku nomor berapa?" Nanti makanannya diantar ke dalam

Ini pak kandar. Saat kami mau ambil gambar, bapak ini cuek. Mungkin memang begitu orangnya atau mungkin aktivitas latihannya terganggu. Tapi pas diajak ngobrol asik juga. Cukup ramah ternyata. Pak kandar pemain musik di wayang orang bharata. Kata pak marsam, dia udah keliling dunia karena keahliannya. Yang paling unik dr beliau adalah: kemana-mana bawa buku teka teki silang. Di dekat kendangnya ada buku TTS. Pas rehat, ngisi. Ini pas yang lain sibuk berias, malah ngisi TTS lagi

Samar denting suara gamelan terdengar sejak saya memasuki gedung di kawasan senen Jakarta pusat itu. Begitu masuk ke ruang pertunjukan, anak-anak sedang bermain gamelan. Mereka dipandu seorang pemusik senior bernama Pak Kandar. Pria sepuh berkacamata itu duduk di bagian kendang. Setelah saya sapa dan mintai izin pengambilan gambar, ia bercerita bahwa latihan yang ia jalani ini adalah aktivitas rutin. Ia melatih anak-anak pemain wayang orang saban sabtu mulai jam 10 pagi. Pak Kandar memperkenalkan seorang perempuan dewasa berambut kuncir di bagian lain set alat musik gamelan itu. Ialah Noni, putri Pak Kandar. Noni juga ikut memandu anak-anak di hadapan set alat musinya. Di satu sisi saron (bagian dari gamelan), ada Salsa, anak Noni, cucu Pak Kandar.

Pelestarian wayang orang secara turun-temurun, memang jadi cara utama kelompok Wayang Orang Bharata menjaga kelangsungan hidup tradisi yang mereka cintai. Berdiri sejak 1962, Wayang Orang Bharata sudah punya 8 generasi atau angkatan. Tiap sabtu malam, mereka menggelar pagelaran rutin dengan lakon yang berbeda-beda. Ada 380 cerita yang mereka punya. Jika harus tampil selama setahun penuh pun, cerita yang dihadirkan jelas tak akan mengulang. Dan memang demikianlah yang terjadi sebelum saat ini. Dalam sebulan, Wayang Orang Bharata bisa tampil 36 kali. Kini, saat pentas dihelat seminggu sekali, tak semua bangku penonton terisi. Seperti diakui ketua Wayang Orang Bharata Marsam Mulyoatmojo, tantangan kelompok wayangnya saat ini adalah perihal menggaet penonton.

Marsam juga berkisah bahwa dulu, turis asing sering ada yang menonton pertunjukan mereka. Tapi, kini jenis penonton itu tak banyak yang datang. Kata Pak Marsam, mereka sudah menunggu sejak sore. Sementara pertunjukan harus menunggu penonton local yang biasanya baru hadir lebih malam. “Jakarta ini kan semakin macet”, ujar Pak Marsam menganalisa. Meski demikian, malam itu saya lihat cukup banyak penonton yang memadati bangku di gedung pertunjukan. Bahkan ada Nunung Srimulat yang berjalan terburu-buru seusainya acara. Kalangan anak muda pun ada yang menyaksikan pertunjukan berbahasa jawa itu. Seorang bernama Wida mengaku senang akhirnya bisa merasakan alternatif aktivitas pelesir baru. “Gua kira cuma sejam atau sejam setengah, ternyata empat jam!” demikian kira-kira Wida berkesan seusainya pertunjukan. Selain Wida, saya juga mewawancarai Irawan dan ayah-ibunya. Irawan yang kira-kira berusia 20an tahun, mengaku yang berinisiatif mengajak orang tuanya menonton wayang. Selain karena memang suka, ternyata ayah Irawan juga punya kedekatan tersendiri dengan seorang pemain wayang orang bharata. Guru menarinya ketika mereka tinggal di Palembang, adalah personel Wayang Orang Bharata.

Layar terbuka, pentas dimulai. Saya nggak sepenuhnya menikmati wayang orang karena saya nggak ngerti bahasa jawa. Apalagi bahasa jawa yang dipakai di wayang orang itu boso jowo kromo inggil. Teguh Ampiranto alias Kenthus, sutradara pertunjukan wayang orang sempat saya wawancara soal itu. Katanya bisa aja dialog wayang orang tidak disampaikan dalam bahasa jawa. Tetapi, nilai adiluhungnya akan berkurang. “Saya pernah nonton opera, di Italia, di Jerman, itu tidak diterjemahkan tapi penontonnya dari seluruh dunia”, Kenthus berkisah dengan nada bicara merendah. 

Malam itu Wayang Orang Bharata menampilkan lakon Gatot Kaca Kembar. Lakon itu berkisah tentang Brajadenta, paman Gatot Kaca yang menyamar menjadi keponakannya dan mengacaukan kerajaan yang dipimpin Gatot Kaca si putra Bima. Ia tak rela tampuk kekuasaan dipegang Gatot Kaca. Kisah itu seakan menyindir realita di kehidupan nyata. Beberapa pekan lalu, raja keraton Ngayogyakarta mengeluarkan sabda raja yang salah satu isinya adalah pergantian nama anak sultan menjadi GKR Mangkubumi. Pergantian nama itu ditafsirkan sebagai persiapan pewarisan tahta. Mangkubumi adalah nama pendiri keratin Ngayogyakarta. Seorang sultan akan berganti nama menjadi Mangkubumi sebelum akhirnya ia dikukuhkan menjadi raja di Yogyakarta. Sementara itu adik Sultan Hamengku Bawono X, mengajukan protes terhadap sabda sultan tersebut. Hingga kini, adik sultan memang tidak terlihat sekejam Brajadenta. Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi juga belum dikukuhkan menjadi raja seperti halnya Gatot Kaca yang mewarisi tahta. Tapi tetap saja kedua kisah itu terasa relevan. Menurut Pak Marsam, kisah itu memang sudah ada dari dulu. Jadi bukan menyindir atau mengait-kaitkan, tapi memang kisahnya begitu. Makanya, lanjut Pak Marsam, wayang itu ibarat gambaran kehidupan manusia sebenarnya. Wayang adalah bayangan kehidupan manusia. Banyak pelajaran budi pekerti di dalamnya. Kita dipaparkan dengan realita bahwa ada yang baik dan buruk. Dan biasanya keburukan menang di awal meski di akhir selalu dapat dimusnahkan kebenaran.

Jika kamu berhalangan menyaksikan tayangan 360 episode Menolak Sirna yang menceritakan Wayang Orang Bharata, tonton saja di sini.

Anak2 personel wayang orang bharata juga mahir menari. Kata pak marsam sang ketua paguyuban itu, mereka bahkan sudah paham karakter2 tokoh wayang. "Sarjana seni saja belum tentu bisa", kata pak marsam. Kalo kata pak kenthus, salah satu sutradara pertunjukan wayang, penghayatan tokoh wayang itu butuh waktu bertahun-tahun

 

"Langgengmu adalah harapanku, lestarimu adalah tanggung jawabku" -wayang orang remaja bharata-

Anak2 personil wayang orang bharata fasih bermain gamelan. Mereka rutin berlatih tiap sabtu pagi-siang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar