Jumat, 30 Desember 2011

Diskusi Musik

Beberapa hari lalu seseorang mempublikasikan artikel tentang musik dangdut di sebuah forum facebook (lalu saya publikasikan ulang tulisan itu disini). Saya mengomentari artikel itu dengan informasi tentang Terbujur Kaku, musisi dangdut digital (ini istilah saya sendiri, entah kategori itu secara resmi ada atau ngga) idola saya. Untuk membuktikan eksistensi si alter ego dari Phleg itu, saya cari infonya dari mesin pencari, ternyata review peluncuran albumnyalah yang keluar, yang di dalamnya ternyata terjadi diskusi meriah yang sukses membuat saya bertahan membaca tiap keping komentar yang berjumlah 168 posting ketika saya akses itu. Saking serunya, ada beberapa tokoh musik jedak jeduk yang ambil bagian, dari Kill The DJ, Dubyouth, sampe Dillinja, DJ kondang asal UK, dia sampe minta ngomong pake inglis,trus ada yg post gini:

indonesia :
biar debat ini jadi produktif, kompilasi YOU ARE A DISGRACE TO THE MUSIC harus segera dibuat. pre order dah, saya pesen duluan okey brooo

jawa :
ben depate dadi produktif, kompliasi YOU ARE A DISGRACE TO THE MUSIC kudu ndang digawe, pre order wes, aku pesen sekk, ok daaabbb

english :
(mohon bantuan translator wastedrockers)

nb.

asik banget asli udah lama gak perang diskursus genre sejak awal 90an, ini sangat2 menghibur. makasih gembi dan jerome.

peluk dan sun sayang buat semua

bambang rahmantyo said this on April 18, 2010 at 3:00 pm

Lucu yah. Jadi ini ceritanya ada yang ga setuju gitu sama review albumnya, trus saling lempar argumen.

padahal cuma ngomogin review album tapi ribut n ribetnya dah kayak kasus bank century,

Helladare said this on November 9, 2010 at 7:06 am

Masalahnya, ada kata-kata yang saling menyerang, ribut dah. Udah mulai redup, eh ada yang nyiram pake bensin lagi. Bahkan ada yang minta jerigen bensin. haha.

permisis, ada yang punya jerigen bensin ga ya?…..wkwkwkw

indra said this on February 27, 2010 at 7:08 am

Banyak ilmu-ilmu baru yang saya dapat, termasuk di dalamnya istilah, tokoh dan hal lain soal musik jenis ini yang belum saya tahu. Bahasanya juga tinggi, sampe si Dubyouth bilang gini:

gila pinter2 banget yang di forum ini sih.. bahasanya cerdas2.. saya sampe sungkan mau ngomong apa.
saya buat musik aja ya.. karena itulah sumbernya.

dubyouth_rockah said this on May 18, 2010 at 5:36 am

Ujung-ujungnya sih kayaknya damai, admin wastedrockers yang satu lagi (yang lebih kalem keliatannya) bisa menengahi dengan bilang gini:

Ya udah, ya udah…

Kami hormati pendapat kalian berdua: mas Jerome dan mas Gembi.
Argumen dan kapasitas dr kalian berdua kami hormati :)
Intinya cuma beda sudut-pandang aja kok.
Tapi next-time, klo debat musik jangan pake dirty-words dan emosi yah ;)

Jadi, damai aja yah kalian berdua. Mudah2x-an komen2x panasnya cuma ada di sini aja, tidak di dunia nyata. Kopi darat aja lah kalian berdua. Pasti dijamin jadi lebih enak deh diskusi dan ngobrolnya.

- Dede

wastedrockers said this on February 22, 2010 at 10:19 am

Saya juga pengen ngomentarin sih. hehe. Tapi bukan soal drum n bass, breakcore, blablabla bratbretbrot apalah itu saya belum paham, tapi soal ini:

1. Saya menemukan sebuah argumen menarik soal konsep bermusik. Coba simak omongan ini:

memangnya dalam penciptaan karya mesti ada konsep yang harus dibuat sebelum karya tersebut dieksekusi ya? bukankah ada juga karya-karya yang bergulir begitu aja lalu konsepnya “dibuat” belakangan? yang jadi masalah adalah, bagaimana kita tau sebuah lagu yang diciptakan artis or producer punya konsep? tidak mungkin, bukan si terbujurkaku mesti presentasi karyanya dulu di hadapan para kurator musik seperti anda-anda yang menulis musik di sini? di sini phleg berperan sebagai seniman, dan kita yang berapresiasi. in the end, terserah si phleg mau presentasi or ga kek, itu terserah dia. jargon “asal ada konsepnya” (dan jargon-jargon sejenis) ini rada klise menurut gw, apalagi dalam sebuah penciptaan karya yang kadang intuitif. lagian, tidak ada konsep juga tergolong konsep, bukan?

wastedrockers said this on February 15, 2010 at 1:25 pm

2. Ini juga bagus nih:

Saya mengutip sebuah pernyataan yang dilontarkan oleh salah satu musisi dreampop favorit saya, KEVIN SHIELDS(gitaris My Bloody Valentine) ketika dia diwawancarai mengapa dia menghabiskan 500 ribu dolar, 25 studio dan “membuang-buang waktu” selama 3 tahun untuk membuat LOVELESS,(1990) album yang masih dianggap Avant-Garde hingga saat ini.
“KAMI TIDAK PERNAH MERASA MEMBUAT MUSIK. YANG KAMI CIPTAKAN ADALAH MASA DEPAN”
Ok.. mas Jerome.. buatlah INDONESIA menjadi lebih bangga dengan JAVABASS!!!

-ANDHIKA WEARS PRADA_

ANDHIKA NUGRAHA said this on February 22, 2010 at 4:15 am

3. Kalo udah ngomongin aliran musik, beberapa orang kayanya ngerasa paling bener deh, ngerasa hasil "uji organoleptik"-nya sama musik yang dia denger paling pas sama referensi klasifikasi musik yang dia tau. Ga klopnya pendapat dua/lebih orang terhadap satu musik bisa memicu masalah kayak di grup tadi. Menurut saya sih baiknya yang keluarin pernyataan, perkuatlah argumennya sama sebuah teori. Misalnya, "ini musiknya tergolong dangdut deh, soalnya menurut Sumarwan (2004) kalo ada suara dung dang dut itu ya dangdut namanya". Nah, kalau begitu kan enak ada dasar teorinya (masih terjangkit efek penyelesaian skripsi), tapi kalau ga ada teorinya ya udah bilang menurut saya dua ribu sebelas aja. hehe. Intinya yang saya sesalkan sikap ga ada yang mau ngalahnya itu.

4. Ketika adu pendapat memanas, ada yang bilang gini:

Gw bener-bener ga abis pikir, pola pikir lo sependek itu. Logika lo udah kaya suporter sepakbola yang “you-know-lah”, sekali dipanasin, ledakannya udah lebih daripada nuklir.
padahal dia sama aja pecinta musik juga bisa sereaktif suporter bola

wastedrockers said this on February 22, 2010 at 6:56 am

Masalahnya, yang ngatain si orang itu kayak suporter sepakbola yang “you-know-lah”, malah “you-know-lah”. Dia melawan api dengan api, nyuruh orang santai dianya sendiri nyolot. Suporter sepakbola yang “you-know-lah” itu kan mungkin minoritas, tapi karena kita suka menggenralisir, jadinya kalimatnya bergaya pars pro toto gitu. Siapa tau gara-gara kisruh soal diskusi ini, ntar ada yang bilang "udah kaya kritikus musik yang “you-know-lah”, sekali dipanasin, ledakannya udah lebih daripada nuklir." Jadi ayo, kita belajar menyampaikan pendapat dengan santun. By the way, tulisan saya ini ga nyolot kan? hehe.

5. Bagian paling mengejutkan akhirnya tiba juga. Jadi si Jerome ini albumnya laku di negeri tetangga, tapi doi malah nyebut negara yang bikin dia tenar itu dengan sebutan plesetan. Rivalnya menggunakan blunder ini sebagai celah buat nyerang. Nah si Jerome nangkis, ini dia kilahnya:

btw all my malysian friends dg bangga menyatakan bahwa mereka memang senang maling budaya orang lain kok…karena malysia emang krisis kebudayaan….pemerintahnya aja yg nggak mau nyadar …. so no worry lah about malingsia …..

jerome said this on February 22, 2010 at 10:00 am

Pernyataan ini bertentangan sama keterangan yang saya dapet dari Vivi yang sekarang lagi ada di negeri jiran itu. Katanya justru banyak orang sono yang ga tau ada bara dalam sekam hubungan RI-Malay. Bahkan Vivi jelasin bahwa pencurian pengklaiman budaya yang terjadi itu sebenarnya adalah kesalahpahaman. Orang Malaysia ngaku itu budaya mereka karena orang yang ngaku itu asalnya dari Indonesia yang punya budaya yang sama, terus lestari juga disana, gitu ceritanya. 

6. Saya baru tau kalau Terbujur Kaku itu ternyata mahasiswa UNAIR.

mosok arek unair gak iso boso inggris

Wok The Rock said this on February 14, 2010 at 6:06 pm

Anak-anak wastedrockers juga kayaknya masih berstatus mahasiswa. Gembi si penulis artikel bilang gini:

jadi buat reggae soundsystem di kampus ga nih?

wastedrockers said this on February 22, 2010 at 10:28 am

Terus admin satunya lagi yang namanya Dede jawab gini

Reggae Soundsystem di kampus tetep harus dijadiin. Tapi alay2x preman yang suka nongkrong d Bluestage ma gedung Hima harus diberesin dulu. Karena mereka taunya cuma “No Woman No Cry”-nya Bob Marno ama “Hongky Tonk Woman”-nya The Rolling Changcuters Stones doang!

wastedrockers said this on February 23, 2010 at 2:07 am

Seru sekali keliatannya. Saya makin "ambisius" sama harapan saya dulu waktu mimpin MAX!!, salah satu organisasi musik di kampus IPB. Waktu itu saya pengen merintis pembuatan semacam organisasi musik/forum diskusi/forum silaturahmi musisi/organisasi musik di tiap kampus di Indonesia. Kalau para aktivis BEM berdemonstrasi melalui BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia), kenapa kita aktivis seni musik kampus ga "berdemonstrasi" melalui musik di wadah yang lingkupnya nasional tadi?

Udah segitu aja tambahan dari saya. Terima kasih perhatiannya, maaf kalau ada yang salah. :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar