Selasa, 17 Februari 2015

Arung Jeram di Sungai Citarik





Hari Sabtu lalu, untuk pertama kalinya, saya bermain arung jeram. Lokasinya di Sungai Citarik Sukabumi. Saya ke sana bersama Suci, Windi, Feby, Amin, dan Vinna. Kami berangkat jam 7 dari rumah Windi di Tajur Bogor, dan tiba di tujuan tiga jam kemudian. Sebenarnya kami sudah pesan untuk mulai rafting jam 13:00, tapi ternyata bisa dimajukan jadwalnya. Secara keseluruhan, saya puas dengan pelayanan dan pelaksanaan arum jeram dengan menggunakan salah satu operator itu. Tiket berarung jeram di sungai ini saya beli sewaktu hadir di travel fair sekitar November tahun lalu. 
"Sudah tahu kan, yang sakit jantung dan sakit asma gak boleh ikutan?" kata seorang petugas. "Kalau sakit hati gimana?" Tanya Feby bercanda. "Langsung sembuh!" Tawa kami pun pecah. Demikianlah suasana persiapan kami sebelum bersiap menerjang jerang. Setelah minum teh hangat, kami diajak ke sebuah pos untuk memakai pelampung, helm, dan membawa dayung. Dari tempat itu, kami dibawa dengan sebuah mobil bak. Setibanya di pos keberangkatan, dua perahu karet sudah menanti. Saatnya kami beraksi.

Usai menempuh sembilan kilometer sungai Citarik, kami disuguhi menu makan siang ala sunda. Paduan nasi pulen, sayur asem, paha ayam kampung yang digoreng kering, tahu dan tempe goreng, karedok, kerupuk, ikan asik kering, kerupuk dan sambal yang dimakan di atas daun pisang itu, bikin pengen nambah. Tapi saya gak nambah. Haha. Setelah kenyang, kami ganti baju dan memilih foto yang disediakan di sebuah gerai khusus. Harganya 20.000 rupiah per foto untuk dicopy dalam bentuk CD. Minimal beli lima jadi satu CD harganya setidaknya 100.000. Relatif murah untuk dibayar patungan dan untuk makin mengembangkan ekonomi masyarakat di sekitar sungai citarik. 

Sungai ini memang jadi berkah buat warga sekitarnya. Setelah dikembangkan jadi tempat wisata, banyak yang menggantungkan sumber penghasilan dari bisnis itu. Misalnya, pemandu wisata orang sana, yang juga atlet olah raga air. Mobil bak yang digunakan untuk mengangkut wisatawan juga milik warga. Operator wisata menyewa dari mereka tiap hari. Saking terberdayanya warga lokal, kata pemandu wisata saya, Kang Abu, warga sekitar sudah ada yang pegang posisi manager. Oh iya, Kang Abu ini atlet nasional arung jeram loh. Bulan Oktober nanti, dia juga akan ikut kejuaraan internasional arung jeram di Sungai Citarik. Mau nyoba jeram sungai sekelas kejuaraan internasional? Datanglah ke Citarik.

Itu saya yang badannya condong ke luar perahu karet. Rasanya saya pengen jatuh dari sana dan menghanyutkan diri. Haha. Meskipun yang ini asik, sepertinya body rafting lebih menyenangkan
Di beberapa kesempatan saya nyalakan kamera dan merekam video. Kalau pakai jasa perekam video dari operator, biayanya 500 ribu rupiah.
Sungai Citarik ini bersih, tak ada sampah, tak ada aktivitas yang mengganggu kegiatan wisata air. Menyenangkan
Dari markas operator, kami diangkut dengan mobil bak ini ke titik awal pengarungan. Mobil ini milik warga setempat yang disewakan ke operator.
Setiba di titik keberangkatan, dua perahu karet siap menanti
Foto ini diambil menggunakan kamera Amin. Kita bisa juga minta tolong ke pemandu wisata yang ada di perahu lain untuk ambilkan foto
Di sejumlah titik, ada fotografer di pinggir sungai yang menangkap momen seru seperti ini
Foto yang dijepret tim operator selanjutnya dijual di gerai khusus dengan harga 20.000 per foto dalam bentuk data digital.
Untuk foto dengan kualitas seperti ini, rasanya harga itu sepadan. Apalagi itu digunakan buat mengembangkan ekonomi lokal
Saya pakai baju tanpa lengan, akibatnya, bagian pundak terbakar. Rasanya perih sampai tiga hari setelahnya. Hehe
Selain menerjang jerang, kami juga dikenalkan ke berbagai lokasi menarik di sepanjang sungai. Misalnya air terjun kecil
Di akhir pengarungan, kami berfoto bersama
Ada beberapa operator arung jeram di sekitar sungai citarik. Yang satu katanya fokus di pelayanan akomodasi yang maksimal, yang lain ada yang bilang jago di permainan airnya ketika kita berarung jeram
Garis finish. Di sinilah arung jeram sepanjang 9 km selama sekitar dua jam itu kami tempuh
Setelah berganti baju, sebelum pulang
Suasana tempat makan siang dan gerai foto
Suasana toilet pria. Mandi di bawah guyuran air di bawah sinar matahari menghasilkan pelangi yang terbentuk seperti mengelilingi kita. Di bagian kanan tebing dan hutan
Setibanya di garis finish, kami disuguhi minum air kelapa muda, langsung dari batoknya
Kami berfoto bersama pemandu wisata, Kang Abu dan Kang Dewa. Abu adalah atlet arung jeram nasional. 
PIntu masuk toilet dan gerai oleh-oleh
Ruang resepsionis (bawah) yang gaya arsitekturnya mirip leuit atau tempat menampung gabah khas suku sunda

2 komentar:

  1. Di foto yang akhir pengarungan ternyata perut gw kemana mana ya kak. Ya ampun. Hahahahhaa

    BalasHapus