Kisah Tukang Cukur
Hari ini saya bercukur di tempat yang baru. Baru dua kali saya potong rambut di sana. Saya puas dengan karya tukang cukurnya. Sebenarnya saya tak terlalu mengerti mode dan muka saya entah sebaiknya dipasangkan dengan potongan rambut seperti apa. Tapi yang jelas, berpangkas di tempat itu membuat saya percaya diri. Bukan hanya soal potongan rambutnya, tapi juga penjelasan tukang cukur yang meyakinkan. Si tukang cukur yang saya maksud mulutnya besar. Dia banyak bicara. Bicaranya hiperbolik, sekaligus sinikal. Bukan sekali-dua kali dia menjelek-jelekkan barber shop sebelah. Tapi memang penjelasannya meyakinkan. Saya akan kisahkan buat kamu sebuah potongan pembicaraan kami.
Suatu hari dia menangani seorang klien yang ingin potongan rambutnya bagus. Mereka bertaruh. Kalau potongannya bagus, si pelanggan harus bayar 10 kali lipat, kalau jelek gratis. Singkat kisah dibilang baguslah gaya si pelanggan itu. Lalu dia memaksa agar si akang pencukur menerima uang itu. Sok-sok menolak, akhirnya dia mengaku terima juga. “Padahal bercanda”, ujarnya berkilah.
Si Aa ini orang Cibatu. Semua orang tahu lah biasanya tukang cukur itu orang Garut. Haha. Saya tanya, kenapa ya kira-kira? Si Aa bilang gak ada rahasia khusus. Cuma memang dia tertarik aja di sana, dan merasa berbakat dan dilahirkan untuk profesi itu. Menurutnya, ia mengerjakan karya seni. Siapa nama dia? Saya lupa. Haha. Tempat cukurnya namanya apa? Saya gak mau sebut entar dikira ngiklan. Tapi dia bilang rambut saya bisa lurus setelah empat kali cukur. Ini baru dua kali. Hahaha.
Jadi pembicaraan kami nyambung karena permintaan saya saat pertama cukur pas dengan apa yang ia harapkan. Dia merasa dipercaya ketika saya bertanya. Saya tanya, kalau rambut keriting begini baiknya diapakan. Dia jawab diluruskan. Saya tanya dong, emang bisa? Nah kalau ternyata bisa baru saya sebut nama barber shop-nya. Haha.
Filosofi Kopi
Ketertarikan Si Aa tadi dengan profesinya, mengingatkan saya ke film Filosofi Kopi. Film itu berkisah tentang nyawa yang sama: passion, gairah, atau hal semacam itu. Alkisah Ben adalah seorang barista. Ia bersahabat dengan Jodi, pemilik cafĂ© tempat Ben meracik kopi. Mereka sedang butuh suntikan dana. Kemudian sebuah kesempatan datang. Mereka ditantang untuk membuat kopi terenak, lalu tercipatalah racikan kopi bernama Ben’s Perfecto. Ternyata si perfecto itu bukan yang terenak. Seorang food blogger bernama El mengabarkan bahwa masih ada kopi tiwus, yang lebih enak. Ternyata, jenis-jenis kopi tersebut berkaitan dengan masa lalu tokoh-tokoh di film itu.
Menarik sekali menyaksikan film ini. Jalinan kisahnya indah. Akting para pemainnya brilian. Tokoh Ben ini gila juga sih kalo memang ada. Haha. Dia adalah anak seorang petani kopi di Lampung. Lalu pasca kematian ibunya, ia tiba-tiba diharamkan berhubungan dengan kopi, seperti putri tidur yang dilarang memintal benang. Ben lalu kabur dari rumah dan tidak pulang selama 18 tahun. Bayangkan saudara, 18 tahun bukan waktu yang singkat. Selama itu Ben hidup bersama keluarga Jodi. Saya sih berharap kisah Ben kecil yang akhirnya diasuh ayah Jodi bisa dibuat film pendeknya, untuk melengkapi potongan tanggung itu.
Yang juga mengesankan adalah , scoring musiknya. Aduhai indah sekali. Jika suatu hari nanti Glenn Fredly berkolaborasi lagi bersama Angga Sasongko, maka hasilnya berstatus wajib dinikmati. Kolaborasi keduanya bermula sejak film Beta Maluku yang juara FFI itu. Kalau kamu sudah nonton Beta Maluku, pasti tahu dong sama Salembe. Nah di film Filosofi Kopi, dia tampil secara cameo. Entah memang demikian yang terjadi di dunia nyata atau itu sindiran. Salembe yang anggota skuad timnas U19 itu, menggandeng seorang wanita cantik di warung kopi Filosofi Kopi. Cihuy.
Buku Rene Suhardono
Hari ini petualangan saya juga nyangkut di sebuah toko buku. Saya tertahan di sebuah judul buku karangan Rene Suhardono dan timnya. Ia menulis sesuatu tentang karir dan gairah terhadap sebuah topic. Judul bukunya #passion2performance. Isinya tentang survey terhadap perusahaan-perusahaan yang pimpinannya sempat mengalami dinamika ketertarikan terhadap topic yang mereka geluti hari ini. Menarik sih isinya. Intinya yang saya ingat, passion itu ibarat biji. Nah biji itu akan berbuah dalam wujud karya. Jadi marilah kita berkarya sesuai ketertarikan kita. Rene dan timnya menarik topic itu dalam konteks perusahaan. Jadi ada juga pembahasan tentang perusahaan-perusahaan yang kebijakannya bisa dicontoh agar performanya maksimal. Kamu tertarik dengan pembahasan detil tentang itu? Segeralah cari buku terbaru buatan Rene dan tim Impact Factory itu.
Aku baru baca ini :'D ngakak deh setelah 4 kali cukur rambut kamu bakal lurus..hahaha. anyway aku suka tulisan kamu yg ini hihi. entah pokoknya bahasanya enak
BalasHapusAku baru baca ini :'D ngakak deh setelah 4 kali cukur rambut kamu bakal lurus..hahaha. anyway aku suka tulisan kamu yg ini hihi. entah pokoknya bahasanya enak
BalasHapus