Untuk menyelesaikan studi di departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, mahasiswa harus menyelesaikan tugas akhir berupa penelitian tentang tiga topik spesifik di departemen itu. Hasil penelitian itu nantinya harus dipresentasikan di depan forum terbuka. Salah satu syarat untuk bisa melaksanakan seminar, setidaknya seorang mahasiswa IKK harus menghadiri 12 seminar dari mayor IKK sendiri, 5 seminar dari minor, dan 3 dari departemen lain.
Awal tahun 2011 saya sudah mulai menabung absen seminar untuk memenuhi syarat diatas. Di sebuah seminar dari mayor IKK, saya mengajukan sebuah pertanyaan di sesi diskusi. Pertanyaan saya konyol memang. Saya ingin tahu kenapa peneliti hanya meneliti mahasiswa di sembilan fakultas saja? Kenapa program diploma tidak diikutsertakan? Jawabannya adalah karena judul penelitiannya adalah blablabla pada mahasiswa S1 IPB. Yang membuat saya berkesan adalah, jawaban itu saya dapat setelah ditertawakan seluruh isi ruangan karena memang pertanyaan saya yang pertama tadi terlalu mudah dijawab. Saat itu tentu perasaan malu singgah meski terus saya tahan agar sebisa mungkin tidak tampak, Saya lanjutkan pertanyaan lain untuk menutupi pertanyaan pertama yang penuh tawa tadi. Pandji Pragiwaksono pernah berbagi ilmu tentang situasi ini disini. Ibu beliau mengatakan hal ini: "Ingat bahwa kamu dinilai dari, cara kamu menghandle krisis diri sendiri"
Setelah bertanya tadi, saya terus menghibur diri bahwa ditertawakan adalah rintangan kecil yang harusnya sudah tidak ditakuti lagi. "Menurut teori, kalau kita salah ga usah malu,namanya juga belajar, jangan jadi kapok!" ucap saya ke diri sendiri. Intinya itu sih yang ingin saya bagi saat ini. Hehe. Saya pernah baca, lupa ini kuotasi siapa aslinya. Katanya begini: "kebenaran itu akan selalu melalui fase ditertawakan, ditentang, baru diterima". Ya ya, lumayan lah menghibur, meski ga semua kesalahan harus diterima di akhirnya nanti. :D
Awal tahun 2011 saya sudah mulai menabung absen seminar untuk memenuhi syarat diatas. Di sebuah seminar dari mayor IKK, saya mengajukan sebuah pertanyaan di sesi diskusi. Pertanyaan saya konyol memang. Saya ingin tahu kenapa peneliti hanya meneliti mahasiswa di sembilan fakultas saja? Kenapa program diploma tidak diikutsertakan? Jawabannya adalah karena judul penelitiannya adalah blablabla pada mahasiswa S1 IPB. Yang membuat saya berkesan adalah, jawaban itu saya dapat setelah ditertawakan seluruh isi ruangan karena memang pertanyaan saya yang pertama tadi terlalu mudah dijawab. Saat itu tentu perasaan malu singgah meski terus saya tahan agar sebisa mungkin tidak tampak, Saya lanjutkan pertanyaan lain untuk menutupi pertanyaan pertama yang penuh tawa tadi. Pandji Pragiwaksono pernah berbagi ilmu tentang situasi ini disini. Ibu beliau mengatakan hal ini: "Ingat bahwa kamu dinilai dari, cara kamu menghandle krisis diri sendiri"
Setelah bertanya tadi, saya terus menghibur diri bahwa ditertawakan adalah rintangan kecil yang harusnya sudah tidak ditakuti lagi. "Menurut teori, kalau kita salah ga usah malu,namanya juga belajar, jangan jadi kapok!" ucap saya ke diri sendiri. Intinya itu sih yang ingin saya bagi saat ini. Hehe. Saya pernah baca, lupa ini kuotasi siapa aslinya. Katanya begini: "kebenaran itu akan selalu melalui fase ditertawakan, ditentang, baru diterima". Ya ya, lumayan lah menghibur, meski ga semua kesalahan harus diterima di akhirnya nanti. :D
menurutku si peneliti harus lebih scientific jawabnya..haha
BalasHapus