Senin, 07 September 2015

Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz: Rapat Penentuan

Menko maritim langsung memimpin rapat didampingi banyak pejabat,
salah satunya menteri pariwisata yang ada di kanan foto
Ekspedisi Jurnalis ke Carstensz Pyramid 2015, dimulai dari rapat ini
Rencana melaksanakan tugas liputan ke Puncak Carstensz di Pegunungan Jaya Wijaya, perlahan jadi nyata. Awalnya Wildan mengirimkan pesan WhatsApp bahwa ada kemungkinan saya diajak untuk liputan ke sana. Itu sekitar tanggal 10 atau belasan Juli. Dia baca di media online, bahwa Kemenko Maritim bakal mengadakan ekspedisi jurnalis yang diikuti 18 media nasional dan internasional. Merasa perlu ikut serta, Wildan mengajak saya untuk cari kontak orang Kemenko Maritim buat daftar ikutan. Berbagai cara kami tempuh buat dapet kontak panitia, dari tanya di grup WhatsApp, sampai nyari ke peserta Ekspedisi Nusantara Jaya yang juga dihelat kementerian itu. Wildan akhirnya dapat kontak panitia. Begitu dihubungi, ternyata Metro TV memang dilibatkan.


Kami pun diundang ke rapat persiapan pendakian ke Carstensz yang digelar di kantor kemenko maritim tanggal 24 Juli 2015. Dalam rapat yang dipimpin langsung sang menteri koordinator itu, dirumuskan bahwa dua tim pendaki yang semula berbeda, disatukan. Ternyata, awalnya memang ada dua tim berbeda: tim marinir TNI AL dan tim wartawan. Keduanya punya misi sama: naik puncak tertinggi di Indonesia itu. Tapi, misi spesifiknya beda. TNI AL akan membentangkan bendera di sana sebagai tanda berkibarnya kedaulatan bangsa kita. Nah kalau wartawan, tugas utamanya adalah memberitakan tentang potensi puncak Carstensz sebagai salah satu dari tujuh puncak di dunia (4884 mdpl). Dengan promosi itu, tujuan utamanya: aktivitas wisata ramai, masyarakat berdaya, tapi alam tetap lestari. Dengan demikian, kedua misi itu akhirnya dihimpun ke dalam satu tim yang sama yang akhirnya komando kepemimpinannya diserahkan ke kawan-kawan marinir TNI AL. 

Selain itu, ada lagi satu misi tambahan selain misi kedaulatan dan promosi: misi sosial. Menteri rencananya akan datang ke desa Ugimba, desa terakhir sebelum jalur pendakian Carstensz. Desa Ugimba di era menparekraf Marie Elka Pengestu, sudah diresmikan sebagai desa wisata. Tapi masyarakat di sana mengaku belum difasilitasi untuk mencapai misi itu. Maka kedatangan menteri adalah upaya melengkapi pencanangan pada September 2014 itu. 

Setelah semua peserta rapat setuju tentang penggabungan tim dan misi pendakian, dalam rapat yang dihelat jelang solat jumat itu, juga dibahas tentang rencana pencanangan puncak Carstensz sebagai objek wisata minat khusus. Bahkan, akan ada sejumlah plakat yang diletakkan di beberapa titik. Tidak ketinggalan, urusan penamaan puncak-puncak di barisan pegunungan itu, juga sempat disinggung. Meski demikian pembahasannya tidak mendalam, baru sebatas ada usulan untuk menggunakan nama asli yang diberikan penduduk setempat untuk nama sejumlah puncak. Kumandang panggilan solat jumat berbunyi, rapat pun bubar. Ekspedisi ke Puncak Carstensz, siap dilaksanakan.


Jarak tempuh itu belum termasuk tanjakan dan turunan dan rintangan lain ya.
Jadi meski sekian kilometer itu bisa ditempuh sekian menit kalau naik pesawat dan
naik kendaraan darat (kalau jalannya ada dan bagus), akan lain halnya kalau kita berjalan kaki. Bisa berhari-hari. Tapi tidak apa-apa. Toh itulah alasan para petualang datang ke sana bukan?


Sejumlah nama tempat di jalur pendakian menuju Puncak Carstensz

Rapat Lanjutan
Ada rapat lanjutan yang diikuti oleh tim wartawan seusai rapat di ruang kementerian sebelumnya. Para wartawan menggelar pertemuan teknis di sebuah rumah makan di Sarinah. Dalam pembicaraan itu, diputuskan bahwa tim ini akan naik ke puncak melalui jalur Tembagapura, alias jalur pertambangan yang dikelola PT Freeport. Jalur itu sebetulnya di luar rencana awal. 

Semula, kami akan naik melalui jalur distrik Sugapa - Ugimba. Sugapa dan Ugimba adalah dua jalur yang ada di Kabupaten Intan Jaya. Tapi jalur itu tidak dipilih karena keterbatasan waktu. Butuh waktu tambahan sekitar seminggu untuk melewati jalur itu, karena memang lintasan menuju puncak dari sana lebih panjang dan medannya tidak mudah. Padahal, kalau memang misi ini ditempuh via Ugimba, maka jalur wisata atau ekspedisi yang sebenarnyalah yang akan ditempuh para wartawan. Artinya, sekaligus mempromosikan jalur ini sebagai jalur pendakian yang sebenarnya, bukan lewat Tembagapura yang area pertambangan alias bukan wilayah wisata. Lagian, kalau kita lewat Freeport, kita akan rentan terjangkit Accute Mountain Sickness alias AMS. Itu adalah nama gejala tubuh yang terjadi karena badan kita shock dengan ketinggian yang mendadak dan tidak sesuai dengan setingan standar tubuh kita semula. Kalau lewat Ugimba atau jalur pendakian lain nontembagapura (selain Ugimba, ada juga jalur Tsinga, Ilaga dan Soanggama), tubuh bisa lebih menyesuaikan karena kenaikan ketinggian lebih bertahap. Tapi bagaimanapun, keputusan telah diambil, dan kami akan mendaki melalui Freeport. Apakah misi itu benar-benar tercapai? Tunggu kelanjutan kisahnya. Hehehehehe. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar