Hari kedelapan bulan Agustus itu tiba. Seperti arahan panitia, para jurnalis peserta ekspedisi ke puncak carstensz berkumpul di markas marinir untuk melaksanakan upacara pelepasan tim pendaki oleh menteri koordinator kemaritiman saat itu, Indryono Susilo. Begitu upacara akan dimulai, seorang anggota TNI mengajak saya dan beberapa wartawan lain ke barisan peserta upacara. Dia kemudian menggerutu bahwa selama ini, tidak ada perwakilan wartawan yang berkomunikasi dengan pihak marinir. Ia pun heran melihat kami datang tanpa alat pendakian seperti yang dilakukan tim marinir pendaki. Dari situlah gelagat tidak beres mulai tercium. Karena memang tidak ada instruksi demikian yang kami terima. Saya dan wartawan tak beralat panjat pun urung bergabung di barisan. Kami fokus meliput upacara pelepasan saja. Apel usai, pasukan bubar, rombongan wartawan berkumpul. Di sana, ketua panitia tim wartawan meyakinkan bahwa miskomunikasi tadi bukan masalah besar. Hari bergulir, malam tiba. Kami berkumpul di bandara, berangkat ke Papua, dan esok harinya tiba di Timika.
Tidak ada aktivitas signifikan pada hari pertama kedatangan kami di Timika. Mungkin karena perbedaan zona waktu, saat itu saya merasa lelah sekali. Keesokan harinya, kami mematangkan kembali persiapan pendakian dengan berlatih tali-temali dan teknik memanjat. Harusnya, hari itu kami sudah berangkat ke Tembagapura. Nyatanya, sampai hari kemudian berganti lagi, posisi kami tetap ada di Timika. Ternyata memang pendakian kami melalui jalur itu menemui kendala. Semoga jangan sampai gak jadi berangkat, karena sore di hari kedua itu, Metro TV sudah menayangkan berita tentang keberangkatan tim pendaki dalam rangka HUT RI Ke-70, lengkap dengan visualisasi latihan kami di Sukabumi. Akhirnya malam itu disepakati bahwa kepastian keberangkatan akan dilakukan keesokan hari setelah dua menteri hadir di Timika. Menko Maritim dan Menpar memang berencana datang ke Timika, meski rencana semula mencanangkan Carstensz sebagai objek wisata minat khusus di zebra wall, hingga menghadiri bakti sosial di desa Ugimba, batal karena pertimbangan keamanan (demikian seperti dituturkan operator pendakian Maximus Tipagau di rumah makan Kuala Oriental). Apakah dengan batalnya dua agenda itu, batal pula misi kami mendaki Carstensz? Simak terus kelanjutan kisah ini. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar